"Ayo ke sana, banyak batu karang yang tinggi, pemandangannya lebih indah," ujar Nis, salah seorang pengunjung sembari menunjukkan arah ke bebatuan karang di sisi utara.
Lima temannya yang lain menoleh dan menuruti petunjuk perempuan berjilnab itu, kemudian kompak mereka berjalan melintasi batu-batu karang kecil dan tepian air laut yang dibawahnya dipenuhi karang berlumut.
Meski menahan rasa sakit di telapak kaki sepanjang 25 meter melintas, namun pemandangan dari sudut yang ditujunya tadi menghilangkan semuanya.
"Luar biasa pemandangannya kalau dari sini. Batu-batu karang tinggi, kemudian air laut warna biru. Subhanalallah," ucap Ziana, rekan Nis asal Surabaya yang kebetulan berkunjung.
Tiga rekan prianya yang juga ikut ke sana memilih tak banyak bicara, mereka membuka kaos dan langsung menceburkan diri ke birunya air laut.
Asinnya air tak menciutkan nyali anak-anak muda pendatang itu untuk menyelam dan melihat-lihat ikan hias air laut, karang dan bebatuan yang memang sudah tampak dari permukaan.
Bergeser di tepian pantai, butiran pasir putih di sana nyaris tak ditemui, karena lebih banyak butiran pasir mirip bubuk merica yang biasa dipakai di dasar akuarium.
Di kota, pasir seperti itu tak akan ditemui di pinggiran laut karena hanya ada di tempat atau pasar ikan hias.
Harganya juga tak murah, karena selain indah, mendapatkannya juga tidak mudah karena harus ke luar kota, bahkan luar pulau sekalipun.
"Ayo cari botol dan pasirnya dimasukkan, terus dibawa pulang untuk akuarium di rumah," tambah Ziana seraya meminta rekan-rekannya mencari botol.
Ratusan pohon kelapa di pesisir pantai dengan buah degannya yang menggantung di antara ranting dan batangnya, menambah lengkapnya sebuah pantai.
Di laut itu, namanya Oi Fanda. Dalam Bahasa Indonesia, Oi artinya Air, dan Fanda artinya Pandang, sehingga diartikan, Air Pandang yang maksudnya memandang hamparan air di laut.
Oi Fanda terletak di Desa Ambalawi, di kawasan Wera Barat, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Dari Bandara Sultan M. Salahuddin Bima, untuk sampai ke sana membutuhkan waktu sekitar sejam.
Menuju ke sana, jangan dibayangkan menempuh perjalanan yang lintasannya lurus karena nyaris tak ditemui, kecuali saat melintas di kawasan kota.
Jalannya berliku, lintasannya naik turun, keluar masuk permukiman. Tapi tidak perlu khawatir, selain jalanan yang sudah beraspal, pemandangan yang "super" indah membuat perjalanan sangat disayangkan jika dilalui dengan memejamkan mata.
Untuk sampai ke lokasi, pengunjung masih harus melintasi naik turunnya jalan yang tak beraspal, sekitar 1,5 kilometer masuknya. Kalau hujan, tentu akan menambah tidak mudahnya menuju ke sana.
Oi Fanda belum populer seperti nama-nama laut lainnya di Bima, seperti Oi Tui dan Oi Cakba. Namun, dalam setahun terakhir ini membuat masyarakat di sana penasaran.
Tak berlebihan memang, karena selain masih perawan dan belum tersentuh oleh apapun serta siapapun, pemandangan Oi Fanda sangat menakjubkan.
Satu saran. Jangan lupa bawa kamera, baik ponsel maupun poket, untuk mengabadikan momen-momen indah di laut Oi Fanda.
Oiya, satu lagi. Bagi yang ingin berenang, bawa pakaian renang, kemudian mencebur ke birunya air laut Oi Fanda. (*)