Lumajang (Antara Jatim) - Pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) melarang pencarian pendaki asal Swiss yang hilang di Gunung Semeru (3.676 mdpl) dengan menggunakan anjing pelacak karena dapat mengganggu kawasan konservasi dan satwa yang berada di taman nasional setempat.
"Pihak Konsulat Kehormatan Swiss menawarkan pencarian pendaki yang hilang dengan menggunakan anjing pelacak, namun kami tolak dengan memberikan sejumlah alasan yang berkaitan dengan kawasan konservasi," kata Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Budi Mulyanto saat dihubungi di Lumajang, Jawa Timur, Senin.
Seorang pendaki asal Swiss bernama Lionel Du Creaux (26) dinyatakan hilang saat mendaki secara ilegal di jalur pendakian Gunung Semeru dan laporan hilangnya pendaki tersebut baru dilaporkan rekannya Alice Guignard kepada petugas Resort di Pos Ranu Pani TNBTS pada 7 Juni 2016.
Menurut dia, beberapa alasan larangan pencarian dengan menggunakan anjing pelacak yakni dikhawatirkan anjing tersebut membawa virus penyakit yang dapat menular ke satwa liar yang dilindungi di dalam kawasan TNBTS
"Selain itu suara gonggongan anjing pelacak dikhawatirkan mengganggu satwa liar yang berada di kawasan konservasi, sehingga tidak diperkenankan menggunakan anjing pelacak untuk pencarian survivor Semeru itu," katanya menegaskan.
Pencarian pendaki di kawasan hutan konservasi, lanjut dia, sudah dilakukan semaksimal mungkin selama 10 hari dan pencarian di kawasan konservasi harus mematuhi sejumlah aturan yang harus dilakukan demi menjaga ekosistem kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
"Kami sudah menyampaikan alasan kawasan konservasi kepada pihak Konsul Swiss dan mereka sangat menghormati aturan itu, sehingga tidak akan dilakukan pencarian dengan anjing pelacak di Gunung Semeru," katanya.
Pencarian terbuka pendaki yang hilang (survivor) Semeru sempat dihentikan pada Sabtu (18/6) sore, namun diperpanjang lagi selama tujuh hari ke depan sesuai dengan permintaan pihak keluarga melalui Konsul Swiss di Surabaya, sehingga pencarian survivor tetap dilanjutkan hingga Sabtu (25/6).
Sementara itu Kepala Basarnas Jatim M. Arifin mengatakan pencarian dengan menggunakan pesawat tanpa awak (drone) tidak efektif dilakukan di jalur pendakian Gunung Semeru yang sering tertutup kabut.
"Berdasarkan hasil evaluasi pencarian dari udara dengan menggunakan drone tidak efektif karena banyak pohon tinggi yang menghalangi kamera pesawat untuk menemukan survivor, kadang-kadang cuaca buruk berkabut, sehingga tidak banyak membantu dalam melakukan pendaki asal Swiss itu," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, pesawat tanpa awak ditarik kembali dan dilakukan perawatan, sehingga pencarian tetap dilakukan dengan jalur darat melalui tim SAR yang akan membantu pencarian di jalur pendakian gunung tertinggi Pulau Jawa itu.(*)