Surabaya (Antara Jatim) - Dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya meneliti bambu sebagai bahan baku kerangka kapal karena bambu memiliki 150 persen kekuatan lebih besar dari kayu jati.
Dosen Jurusan Teknik Perkapalan ITS, Ir Heri Supomo MSc di Surabaya, Senin mengatakan pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa bambu memiliki sifat-sifat mekanis dan kimia yang memenuhi kualifikasi layak sebagai bahan konstruksi kapal.
"Tak hanya itu, salah satu sifat dasar bambu adalah semakin kuat ketika semakin lama terkena air. Saya mencoba merendam bambu di dalam air laut sejak tahun 2012 dan kondisinya masih bagus hingga sekarang," katanya.
Penelitian internasional Journal of Small Craft Technology itu pun berhasil meraih Institution Medal of Distinction dari Royal Institute of Naval Architects (RINA), yang rencananya diserahkan di London, Inggris pada akhir April ini.
"Saya coba hubungkan ide saya dengan gagasan Menteri Lingkungan Hidup RI di tahun 1993-1998 silam, Ir Sarwono Kusumaatmadja dalam program Bambunisasi Nasional yang sempat dicanangkan," ujarnya.
Penghargaan bergengsi dunia di bidang perkapalan tersebut berawal dari niat mulia Heri mengembangkan industri galangan kapal rakyat di Indonesia. Ia sempat prihatin terhadap para pelaku usaha galangan kapal yang kesulitan mencari kayu.
"Penebangan pohon untuk kayu mulai dibatasi karena alasan keramahan lingkungan, sehingga banyak pengusaha yang gulung tikar. Kondisi ekonomi kerakyatan di daerah pesisir menjadi memprihatinkan," tuturnya.
Pendiri Paguyuban Laskara yang menaungi industri galangan kapal di seluruh Jatim tersebut, menambahkan ide cemerlang kemudian muncul ketika mengamati pembangunan jembatan desa yang kerap menggunakan bambu dan dapat bertahan dalam waktu lama.
"Sejak tahun 2011 akhirnya intensif meneliti bambu, mulai dari metode pengukuran umurnya hingga karakteristik berbagai jenis bambu," kata ayah tiga anak ini.
Berdasarkan karakteristik bambu, lanjutnya ada dua jenis bambu yang dapat digunakan, yaitu orisinal dan betung yang pasti dapat digunakan sebagai bahan seluruh konstruksi kapal.
"Saat ini bersama Paguyuban Laskara mengimplementasikan penelitian dalam skala besar. Respons para pengusaha galangan kapal pun positif, bahkan sebuah galangan kapal di wilayah Pasuruan telah ditunjuk sebagai pusat proyek percontohan," jelasnya.
Namun, Heri mengaku terdapat beberapa kendala dari sebuah inovasi karena sulit menemukan ahli di bidang pengolahan bambu. Keterbatasan alat juga menjadi masalah besar karena selama ini alat-alat yang digunakan dibuat sendiri.
"Saya hanya menyayangkan pemerintah yang terkesan memandang sebelah mata penelitian ini, padahal saya juga turut mengembangkan ekonomi kerakyatan di Indonesia serta memberikan dampak baik lingkungan hidup," tandasnya. (*)