Ngawi (Antara Jatim) - Bangunan rumah yang ditempati Yati (50), di Desa Sumengko, Kecamatan Kwadungan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, sangatlah biasa, bahkan jauh dari kondisi layak huni.
Bangunan tersebut berukuran sekitar 8x8 meter persegi. Dalam rumah itu hanya ada satu lampu yang menerangi. Itupun listriknya hasil menyalur dari rumah kakaknya, Suhadi (65), yang berjarak sekitar 10 meter. Yati memang tidak memiliki listrik.
Tidak ada televisi dan tidak ada peralatan listrik lainnya. Dalam rumah tersebut hanya terdapat satu set meja dan kursi dari kayu yang sudah usang, satu tempat tidur lusuh, dan sebuah lemari kayu.
Lantai rumah sudah terbuat dari plester semen, hanya saja banyak yang mengelupas di beberapa bagian.
Sementara, dinding rumah terbuat dari papan kayu yang sebagian besar bolong, sehingga jika angin dan hujan deras turun, dipastikan akan bocor dan dingin.
Yati sendiri merupakan salah satu dari puluhan warga miskin di Kabupaten Ngawi, yang seharusnya menerima bantuan listrik gratis dari pemerintah, namun terkendala syarat administrasi kepemilikan kartu miskin.
Janda tidak memiliki anak tersebut kesehariannya memang tidak banyak bicara. Sejak ibunya meninggal dunia pada tahun 2007, kondisi kejiwaannya agak terganggu, sehingga banyak diam.
Meski dalam keadaan terbatas, Yati tak mau berpangku tangan. Pekerjaannya adalah memungut gabah sisa panen yang ada di desanya. Gabah-gabah tersebut dikumpulkan dan dijemur di sekitar rumahnya, lalu dimasak menjadi makanannya.
Jika tidak sedang panen, terkadang kakaknya ataupun tetangga sekitar ada yang berbelas kasihan mengantar makanan untuknya.
Yati juga rajin menunaikan shalat lima waktu. Saat azan berkumandang, ia tergegas ke masjid yang tidak jauh dari rumahnya untuk shalat berjamaah.
Kondisinya yang terbatas, membuat ia jarang berkomunikasi dengan orang lain. Hanya beberapa kecap kata yang ia ucapkan saat diajak berbicara dengan kakaknya, Suhadi.
Hanya Suhadi dan istrinyalah yang sering berbicara dengan Yati. Jika ada orang yang ingin bertemu dengan Yati, maka Suhadi dan istrinya dengan setia mendampingi untuk mempermudah komunikasi.
Suhadi sangat ingin pemerintah daerah setempat memperhatikan nasib adiknya. Sebagai warga yang tergolong tidak mampu, Yati sama sekali tidak mendapatkan bantuan yang layak.
Bahkan, Yati tidak masuk dalam daftar nama yang disurvei oleh petugas desa setempat untuk mendapat bantuan yang seharusnya menjadi haknya sesuai peraturan berlaku.
"Bantuannya tidak sesuai jatah. Seperti bantuan raskin, ada orang yang datang ke rumah memberi beras tapi jumlahnya tidak sesuai aturan. Katanya, dibagi rata," ujar Suhadi, kakak Yati yang bekerja sebagai petani.
Demikian juga dengan bantuan langsung tunai (BLT) yang berlaku waktu dulu. Yati juga tidak masuk dalam daftar warga yang berhak menerimanya.
Akibat tidak masuk dalam daftar warga miskin, Yati tidak memiliki kartu miskin. Kondisi Yati yang terbatas, seakan membuat ia semakin tidak dihitung, karena dianggap tidak bersuara.
"Saya pernah protes dengan kepala dusun setempat yang melakukan pendataan, katanya akan diusahakan, tapi sampai sekarang tidak ada perubahan. Bahkan sudah ganti presiden, adik saya tetap diabaikan," ucap Suhadi.
Suhadi mengaku tidak ingin dikasihani. Ia hanya berharap apa yang menjadi hak atas adiknya diberikan oleh pemerintah. Di luar lainnya, banyak warga yang dinilai tidak berhak mendapat bantuan, justru menikmati bantuan tersebut.
Terganjal Kartu Sakti
Karena tidak memiliki kartu miskin, maka Yati akhirnya batal mendapatkan bantuan pemasangan listrik gratis dari Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur yang disalurkan melalui Yayasan Terang Untuk Bangsa.
Hal itu berdasarkan SE Direktur Niaga PLN Nomor 0353/AGA.01.01/DIVAGA 2015, menyebutkan bahwa subsidi pemerintah berupa pemasangan instalasi listrik daya 450 VA gratis hanya diperbolehkan bagi pemegang salah satu kartu sakti presiden.
Kartu Sakti dimaksud adalah Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sejahtera, dan Kartu Indonesia Sehat.
Nah, Yati, sama sekali tidak memiliki satu dari ketiga kartu sakti tersebut, sehingga ia terpaksa menikmati listrik dari Suhadi yang menyalurkan listriknya ke rumah Yati.
"Saya terpaksa menyalurkan listrik dari rumah saya ke rumah Yati karena di rumahnya belum ada listriknya. Kasihan, jika tidak ada listrik ia kegelapan," timpal Suhadi.
Suhadi menuturkan, sebelum ia memiliki listrik, keluarganya dan Yati terpaksa menyalur dari rumah tetangga yang lebih dahulu memiliki listrik.
Seiring waktu, Suhadi bisa memasang listrik secara mandiri. Namun, karena keterbatasan ekonomi, hanya rumahnya yang dipasangi listrik, sedangkan rumah yang ditempati Yati masih gelap.
"Saya tahu menyalur listrik itu berbahaya dan melanggar aturan. Ini terpaksa saya lakukan karena tidak tega melihat adik saya tinggal di rumah tanpa penerangan," kilahnya.
Ia juga mengaku kecewa karena kebahagiaan adiknya untuk mendapatkan listrik gratis belum dapat terwujud karena tidak memiliki kartu sakti. Jika harus memasang sendiri, Suhadi merasa tidak sanggup karena biaya pemasangan listrik sangat mahal.
Lapor TNP2K
Agaknya, temuan itu menjadi bahan yang dikaji anggota tim evaluasi bantuan dari Dinas ESDM Provinsi Jatim, Saiful Basri.
Ia mengatakan aturan dari PLN tentang kartu sakti itulah yang membuat penyaluran listrik gratis bagi warga miskin dari pemerintah bisa tersendat.
"Padahal bantuan tersebut tinggal dilaksanakan, sebab sudah ada SK hibah dari Gubernur Jawa Timur dan SK Hibah tahun anggaran 2016 dari Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur," ucap Basri.
Dalam SK tersebut, telah jelas tercantum daftar warga miskin yang layak mendapat bantuan listrik gratis berdasarkan data survei dan evaluasi dari Dinas ESDM Jatim dan Yayasan Terang Untuk Bangsa, termasuk Ibu Yati.
Data Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur mencatat triwulan pertama 2016 terdapat empat kabupaten yang mendapat bantuan hibah pemasangan listrik gratis dari Kementerian ESDM yang disalurkan melalui Yayasan Terang Untuk Bangsa yakni Kabupaten Madiun, Pacitan, Ngawi, dan Blitar, dengan jumlah penerima bantuan sekitar 500 KK.
Khusus di Kabupaten Ngawi, terdapat 117 KK miskin yang terdaftar menerima bantuan listrik pada triwulan awal tersebut. Dari jumlah tersebut, sebanyak 25 KK di antaranya belum dapat menikmati listrik karena tidak memiliki kartu sakti dari Presiden.
Di Kabupaten Madiun, dari 115 KK yang terdaftar menerima bantuan, 25 KK belum dapat menikmati karena tidak memiliki kartu sakti.
Secara umum, data survei Yayasan Terang Untuk Bangsa yang dilakukan bersama Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur mencatat jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Ngawi yang belum memiliki listrik secara mandiri mencapai 4.800 KK yang tersebar di semua kecamatan di Ngawi yang rata-rata merupakan warga kurang mampu.
"Dari 4.800 KK yang belum memiliki listrik mandiri tersebut, sebanyak 10 persennya karena tidak adanya jaringan, sedangkan sisanya karena tidak mampu menanggung biaya pemasangan listrik baru, termasuk kasus Ibu Yati," katanya.
Untuk Kabupaten Madiun tercatat, dari 9.000 KK warga miskin yang tersurvei belum memiliki listrik mandiri, sebanyak 2.000 KK diantaranya tidak memiliki kartu sakti seperti yang disyaratkan PLN.
Seperti diketahui, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM melaksanakan program pemasangan instalasi listrik secara gratis kepada masyarakat kurang mampu dan nelayan di sejumlah wilayah Indonesia.
Kementerian ESDM melalui jajarannya di daerah akan bekerja sama dengan PLN dan pendamping berbadan hukum untuk melaksanakan program tersebut.
Untuk itu, Ketua Yayasan Terang Untuk Bangsa, Iwan Susanto, selaku pendamping dari Dinas ESDM Jatim dalam program bantuan listrik gratis tersebut berharap pemerintah dan pihak terkait meninjau ulang aturan yang ditetapkan.
Hal itu penting agar warga miskin yang sesungguhnya yang masih menganggap listrik sebagai barang mahal, dapat menikmati listrik sesuai haknya, sehingga program listrik gratis dari Dirjen Ketenagalistrikan ESDM akan tepat sasaran.
Iwan Susanto mengaku prihatin dengan kondisi dari hasil survei bahwa tidak semua pemegang kartu sakti layak mendapat bantuan listrik gratis karena dianggap warga mampu, sedang banyak warga miskin lain yang dianggap layak mendapat bantuan listrik gratis, justru tidak memiliki kartu sakti.
Menyikapi hal itu, pihaknya bersama Dinas ESDM Provisi Jawa Timur akan melaporkan temuannya ke Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) guna mempertaruhkan nasib para warga miskin yang tidak menerima bantuan karena terganjal syarat kartu sakti tersebut.
"Saya akan mendatangi kantor TNP2PK di Jakarta sambil membawa bukti otentik. Bahwa ada warga yang sangat layak menerima kartu sakti itu tapi tidak mendapatkannya, sementara ada yang mampu dan sudah sejahtera justru malah menerimanya," tegas Iwan.
Ia bertekad memperjuangkan nasib Ibu Yati untuk mendapatkan haknya. Karena sebetulnya, banyak "Ibu Yati" lain yang mengalami nasib serupa. Tidak hanya di Ngawi, namun juga di Kabupaten Madiun dan bahkan seluruh Jawa Timur. (*)
Ketika Listrik jadi Barang Mahal bagi Warga Miskin
Minggu, 13 Maret 2016 19:41 WIB
Saya akan mendatangi kantor TNP2PK di Jakarta sambil membawa bukti otentik. Bahwa ada warga yang sangat layak menerima kartu sakti itu tapi tidak mendapatkannya, sementara ada yang mampu dan sudah sejahtera justru malah menerimanya