Arak-arakan barong sapu jagat langsung menyambut kedatangan rombongan wisatawan dari Surabaya di kampung wisata Suku Osing, komunitas adat asli "Bumi Blambangan" di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, beberapa waktu lalu.
Mereka yang terdiri atas barong dan pithik-pithikan menari sambil berjalan seraya mengarahkan rombongan wisatawan yang datang dengan dua bus itu ke sebuah tanah lapang yang rindang layaknya panggung pementasan terbuka.
Ada puluhan bangku sederhana berupa deretan bambu yang ditopang kayu dengan ketinggian sekitar 0,5 meter untuk tempat duduk penonton di lokasi tersebut.
"Selamat datang di Desa Kemiren, Kampung Wisata Suku Osing di Banyuwangi," ucap Aekanu Hariyono, pemandu wisata kepada rombongan wisatawan ketika tiba di panggung pementasan terbuka tersebut.
"Kalau ke Banyuwangi untuk jalan-jalan, rugi kalau tidak mampir ke Kemiren. Jadi, jangan lupa ke Kemiren supaya bisa merasakan dan mengetahui kehidupan dan budaya komunitas asli Banyuwangi," ujarnya menambahkan sambil mempersilakan rombongan wisatawan duduk di deretan bambu.
Aekanu yang Kasi Wisata dan Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi itu menjelaskan, Desa Kemiren yang masih memperlihatkan kehidupan dan kekuatan nilai tradisional Suku Osing itu ditetapkan sebagai kawasan wisata desa adat pada era Gubernur Jawa Timur, Basofi Sudirman.
Saat ini, melalui paket wisata budaya yang digagas pemerintah daerah bersama komunitas adat dan penggiat seni Osing, Desa Kemiren telah menjadi destinasi wisata alternatif adat-budaya lokal Banyuwangi.
Tak hanya sekadar menjadi ikon pariwisata khas Banyuwangi, desa adat yang masih menjaga keaslian adat-istiadat suku Osing tersebut telah menjadi prioritas "jujugan" wisatawan domestik maupun luar negeri.
Di panggung pementasan terbuka tersebut, rombongan wisatawan asal Surabaya itu disuguhi tumpeng pecel pithik, tumpeng srakat, dan "seggo golong" yang merupakan aneka makanan khas suku Osing dalam upacara atau ritual adat.
Sebelumnya, tokoh masyarakat adat setempat memimpin pembacaan doa dan memnjelaskan kepada perwakilan wisatawan tentang aneka masakan khas tersebut.
"Wisatawan yang ingin berkunjung ke Desa Kemiren dengan paket lengkap, biasanya memang akan diarahkan ke tempat ini. Ada arak-arakan barong, aneka masakan khas, dan pertunjukan kesenian (tari)," tutur Ketua Lembaga Adat Desa Kemiren, Suhaimi.
Sejak beberapa waktu lalu, panggung pementasan terbuka yang dijadikan sebagai tempat pementasan kesenian tradisional Suku Osing tersebut memang ditawarkan dengan nilai atau harga paket wisata tertentu kepada para wisatawan.
Dalam kesempatan itu, rombongan wisatawan asal Surabaya tersebut "disuguhi" sejumlah tarian, yakni tari gandrung, tari jaran goyang, dan tari buto.
Untuk mengunjungi Desa Kemiren yang secara administrasi masuk wilayah Kecamatan Glagah itu hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit dari Kota Banyuwangi.
Menurut sejarah, masyarakat Desa Kemiren berasal dari orang-orang yang mengasingkan diri dari Kerajaan Majapahit setelah runtuh pada sekitar 1478.
Saat pertama kali ditemukan, Desa Kemiren berupa hutan dan terdapat banyak pohon kemiri, aren, dan duren (durian). (*)