Tulungagung (Antara Jatim) - Aktivis lingkungan dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi memperingatkan ancaman "deforestasi" kawasan pesisir selatan daerah itu akibat penebangan liar maupun konversi lahan hutan secara permanen untuk berbagai manfaat lainnya.
"Secara keseluruhan Tulungagung mengalami deforestasi cukup besar akibat alih fungsi lahan secara besar-besaran selama dua dekade terakhir," ungkap aktivis lingkungan PPLH Mangkubumi, Maliki Nusantara di Tulungagung, Senin.
Indikasi deforestasi atau pembukaan kawasan tutupan hutan menjadi lahan terbuka itu menurut Maliki bisa dilihat dari banyaknya aktivitas pertambangan di dalam kawasan hutan negara.
Pembukaan areal hutan lindung di pesisir Pantai Molang di Pucanglaban, pembalakan liar, meluasnya areal pertanian di dalam hutan, hingga rencana pemerintah membangun jalur lintas selatan menjadi contoh nyata yang menurut Maliki harus segera diantisipasi.
"Perhutani seharusnya tidak sembarangan mengeluarkan izin usaha pertambangan yang berpotensi merusak lingkungan. Meski memiliki kewenangan pengelolaan, mereka harusnya fokus pada upaya mencegah deforestasi," kritiknya.
Di pesisir selatan Tulungagung, lanjut dia, luas hutan diprediksi mencapai 25 ribuan hektare lebih.
Secara adminsitratif, pengelolaan dan pengawasan kawasan hutan negara itu untuk pesisir selatan bagian tengah dan timur berada di bawah Perum Perhutani KPH (Kesatuan Pemangku Hutan) Blitar, sementara bagian utara dan barat di bawah KPH Kediri.
"Pengelolaan yang di bawah KPH Kediri kami pantau cukup bagus, tapi yang ada di bawah KPH Blitar ini sepertinya kacau. Mereka sepertinya terlalu mudah memberi izin penambangan atau alihfungsi lain oleh swasta untuk kegiatan-kegiatan nonkonservasi," paparnya.
Menanggapi hal itu Kepala Urusan Humas dan Agraria Perhutani KPH Blitar Heri Purwanto menyatakan bahwa Perhutani berusaha mengamankan secara maksimal.
Namun demikian, tenaga polisi hutan maupun mandor hutan saat ini jumlahnya minim. KPH Blitar saat ini hanya memiliki 12 personel polisi hutan mobil (polhutmob), sementara luas hutan yang ada di bawah pengawasan KPH Blitar mencapai 57 ribu hektare, terbentang mulai dari daerah Kalipare, Malang hingga Popoh, Tulungagung.
Menurut Heri, ketimpangan antara jumlah personel dengan luasan wilayah hutan yang begitu luas tersebut membuat komposisi perbandingan tanggung jawab pengawasan dan pengamanan hutan setiap polhutmob tidak ideal.
"Dua belas personel menjaga 57 ribu hektare sekaligus, sama artinya satu personel bertugas menjaga wilayah seluas 4.750 hektare. Ini sangat tidak ideal," ujarnya.(*)
LSM Ingatkan Ancaman "Deforestasi" Kawasan Pesisir Tulungagung
Senin, 8 Februari 2016 7:21 WIB
"Perhutani seharusnya tidak sembarangan mengeluarkan izin usaha pertambangan yang berpotensi merusak lingkungan. Meski memiliki kewenangan pengelolaan, mereka harusnya fokus pada upaya mencegah deforestasi," kritiknya.