Surabaya (Antara Jatim) - Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Timur Saiful Rachman menegaskan
tidak ada penyelewengan program hibah SMK Mini dan program itu
dipastikan akan terus berlanjut hingga tahun 2017.
"Kami menjamin bahwa program hibah SMK Mini tidak ada penyelewengan, seperti tudingan beberapa pihak jika keberadaan SMK Mini di Jember dan Lumajang dinilai fiktif," kata Saiful ketika dikonfirmasi di Surabaya, Kamis.
Ia memastikan seluruh anggaran yang didistribusikan untuk SMK Mini sudah tepat sasaran.
"Kami keberatan jika disebut sasaran SMK Mini abal-abal apalagi diselewengkan, karena selama ini kami juga sudah mengevaluasinya," terangnya.
Menurut dia, untuk mencairkan dana hibah terdapat proses verifikasi yang tepat melibatkan tim independen dari perguruan tinggi. Prosesnya meliputi kesesuaian program, uji kelayakan, dan kunjungan di lapangan.
Pada 2014, Pemprov Jatim mendistribusikan dana hibah SMK Mini untuk 80 lembaga dengan nilai anggaran Rp250 juta per lembaga, kemudian pada 2015 terdapat 100 lembaga, dan tahun ini juga akan didirikan 100 lembaga dengan nilai anggaran yang sama.
"Ini sudah komitmen gubernur untuk mencetak tenaga kerja terampil lewat SMK Mini," kata Saiful.
Ia mengakui program SMK Mini tidak 100 persen berjalan mulus, namun seluruh kendala itu sudah lolos audit Inspektorat Jatim dan ada satu lembaga di Mojokerto yang tidak bisa melaksanakan program, sehingga anggarannya harus dikembalikan.
Kabid Pendidikan Menengah Kejuruan Disdik Jatim Hudiyono menambahkan pelaksanaan program SMK Mini menggunakan sistem "top down" dan "button up". Sistem "top down" merupakan regulasi yang tercantum dalam Perda Nomer 9 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan pendidikan, sementara "button up" merupakan pelaksanaan yang dijaring dari aspirasi masyarakat.
"Semua proses dilakukan sesuai petunjuk teknis, sedangkan untuk pencairan 2015, ada dua lembaga yang ditolak karena rencana kegiatannya tidak sesuai dengan tujuan program," tuturnya.
Hingga 2017, tambahnya "road map" yang ditetapkan Gubernur Jatim bisa melahirkan 80 ribu tenaga terampil kelas menengah di Jatim, dengan rincian pada 2014 terdapat 80 SMK Mini dengan sasaran 16 ribu siswa.
"Selain itu pada 2015 ada 100 SMK Mini dengan sasaran 20 ribu siswa dan tahun ini juga 100 lembaga dengan sasaran 20 ribu siswa, jadi jika dihitung masih kurang 120 lembaga SMK Mini untuk mencapai angka 80 ribu sasaran," jelasnya.
Sebelumnya, anggota Komisi B DPRD Jatim Fawaid menuding adanya SMK Mini di Jember dan Lumajang yang fiktif, salah satunya adalah SMK di Pondok Pesantren Baiturrachman Jember. Lembaga tersebut disebutnya sudah tidak beroperasi namun tetap mendapat dana hibah SMK Mini. (*)
"Kami menjamin bahwa program hibah SMK Mini tidak ada penyelewengan, seperti tudingan beberapa pihak jika keberadaan SMK Mini di Jember dan Lumajang dinilai fiktif," kata Saiful ketika dikonfirmasi di Surabaya, Kamis.
Ia memastikan seluruh anggaran yang didistribusikan untuk SMK Mini sudah tepat sasaran.
"Kami keberatan jika disebut sasaran SMK Mini abal-abal apalagi diselewengkan, karena selama ini kami juga sudah mengevaluasinya," terangnya.
Menurut dia, untuk mencairkan dana hibah terdapat proses verifikasi yang tepat melibatkan tim independen dari perguruan tinggi. Prosesnya meliputi kesesuaian program, uji kelayakan, dan kunjungan di lapangan.
Pada 2014, Pemprov Jatim mendistribusikan dana hibah SMK Mini untuk 80 lembaga dengan nilai anggaran Rp250 juta per lembaga, kemudian pada 2015 terdapat 100 lembaga, dan tahun ini juga akan didirikan 100 lembaga dengan nilai anggaran yang sama.
"Ini sudah komitmen gubernur untuk mencetak tenaga kerja terampil lewat SMK Mini," kata Saiful.
Ia mengakui program SMK Mini tidak 100 persen berjalan mulus, namun seluruh kendala itu sudah lolos audit Inspektorat Jatim dan ada satu lembaga di Mojokerto yang tidak bisa melaksanakan program, sehingga anggarannya harus dikembalikan.
Kabid Pendidikan Menengah Kejuruan Disdik Jatim Hudiyono menambahkan pelaksanaan program SMK Mini menggunakan sistem "top down" dan "button up". Sistem "top down" merupakan regulasi yang tercantum dalam Perda Nomer 9 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan pendidikan, sementara "button up" merupakan pelaksanaan yang dijaring dari aspirasi masyarakat.
"Semua proses dilakukan sesuai petunjuk teknis, sedangkan untuk pencairan 2015, ada dua lembaga yang ditolak karena rencana kegiatannya tidak sesuai dengan tujuan program," tuturnya.
Hingga 2017, tambahnya "road map" yang ditetapkan Gubernur Jatim bisa melahirkan 80 ribu tenaga terampil kelas menengah di Jatim, dengan rincian pada 2014 terdapat 80 SMK Mini dengan sasaran 16 ribu siswa.
"Selain itu pada 2015 ada 100 SMK Mini dengan sasaran 20 ribu siswa dan tahun ini juga 100 lembaga dengan sasaran 20 ribu siswa, jadi jika dihitung masih kurang 120 lembaga SMK Mini untuk mencapai angka 80 ribu sasaran," jelasnya.
Sebelumnya, anggota Komisi B DPRD Jatim Fawaid menuding adanya SMK Mini di Jember dan Lumajang yang fiktif, salah satunya adalah SMK di Pondok Pesantren Baiturrachman Jember. Lembaga tersebut disebutnya sudah tidak beroperasi namun tetap mendapat dana hibah SMK Mini. (*)