Bojonegoro (Antara Jatim) - Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menyatakan air Bengawan Solo di daerahnya yang mengakibatkan ikan mabuk, dalam sepekan terakhir, bukan pengaruh pencemaran minyak mentah.
"Mabuknya ikan Bengawan Solo, yang kemudian dikonsumsi masyarakat dengan rasa minyak bukan pengaruh adanya pencemaran minyak," kata Kepala BLH Pemkab Bojonegoro Elzadeba Agustina, di Bojonegoro, Kamis.
Didampingi Kepala Bidang Pengkajian dan Laboratorium BLH Heri Susanto, ia menjelaskan berbagai aneka ikan Bengawan Solo, yang mabuk dipengaruhi bertambahnya air Bengawan Solo secara mendadak, disebabkan hujan.
"Bertambahnya air Bengawan Solo, dengan air baru, mengakibatkan ikan mabuk," katanya, menegaskan.
Ia mengemukakan air hujan sangat sedikit oksigennya, sehingga ketika masuk ke air Bengawan Solo, yang cukup banyak oksigennnya, mengakibatkan terjadinya perubahan, sehingga ikan-ikan menjadi mabuk.
"Warga menyebut "munggut". Itu normal acapkali terjadi ketika Bengawan Solo, yang semula surut kemudian airnya bertambah mendadak dengan debit yang cukup besar," katanya, menegaskan.
Dari hasil penelusurannya, katanya, penambangan sumur minyak tua di sejumlah desa di Kecamatan Kedewan, yang menimbulkan pencemaran minyak mentah muaranya bukan langsung ke Bengawan Solo.
Tapi, lanjut dia, sejumlah sungai di lokasi penambangan sumur minyak tua itu, muaranya ke sungai di Tuban.
Begitu pula, katanya, di sekitar pengeboran sumur minyak Banyu Urip Blok Cepu, di Kecamatan Gayam, yang berdekatan dengan Bengawan Solo, tidak ditemukan adanya pencemaran minyak di Bengawan Solo.
"Kami terus mendalami permasalahan mabuknya ikan Bengawan Solo, dengan mengambil contoh air di sejumlah lokasi untuk diteliti di laboratorium," jelas dia.
Yang jelas, katanya, kalau air Bengawan Solo terkena pencemaran minyak mentah, secara fisik akan kelihatan mengkilap.
"Kalau warga ragu, ya seyogyanya tidak mengkonsumsi ikan Bengawan Solo, yang terasa seperti minyak," ucapnya, menegaskan. (*)