Situbondo (Antara Jatim) - Budayawan yang juga penyair terkemuka asal Sumenep, Madura, D Zawawi Imron, mengemukakan bahwa sastra hakekatnya adalah milik pesantren dan kaum santri.
"Kata santri itu sendiri dari Bahasa Sansakerta, yakni dari kata sastri yang artinya orang yang belajar kalimat suci dan indah," katanya pada acara bedah buku dan peluncuran antologi puisi berjudul "Wasiat Debu" di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah, Sukorejo, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Jumat (13/11) malam.
Kegiatan yang dihadiri Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah KHR Ahmad Azaim Ibrahimy dan diikuti sekitar 1.500 santri itu diselenggarakan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Ibrahimy I. Pembicara lain dalam acara itu adalah penyair asal Yogyakarta Ulfatin Ch.
Mengenai penyebutan santri, Zawawi menyebutkan bahwa Walisongo saat menyebarkan Islam tidak ingin mengubah budaya lama dengan budaya baru. Kata sastri tetap diadopsi dan penyebutannya kemudian berubah menjadi santri. Hal itu menjadi lumrah ketika penyerapan bahasa asing itu banyak yang menyesuaikan dengan lidah penutur barunya itu.
"Bukan hanya di zaman Walisongo, sampai sekarang pun santri itu adalah kalimat suci dan indah. Makanya kalau santri itu berkata indah adalah sesuatu yang jamak. Saya khawatir malah santri berbicara yang kacau balau," kata penyair "Si Celurit Emas" yang juga mengenyam dunia pesantren ini.
Ia justru mengingatkan bahwa akan menjadi aneh jika santri bicaranya tidak sastrawi alias tidak menggunakan tata sopan santun. Bahkan ia mengingatkan santri Sukorejo bahwa salah satu pendiri pesantren besar ini, yakni KHR As'ad Syamsul Arifin adalah penyair yang karyanya banyak menggunakan Bahasa Madura.
Sementara Kiai Azaim Ibrahimy yang juga dikenal sebagai penyair mengatakan bahwa pesantren adalah rumah bagi sastra karena di dalam lembaga pendidikan itu banyak menanamkan nilai-nilai luhur.
"Sastra itu memiliki nilai kemuliaan karena merupakan ungkapan perasaan terdalam dari nurani. Maka, untuk sastra, pesantren adalah tempatnya," kata ulama muda kharismatik yang sudah menerbitkan beberapa buku kumpulan puisi ini.
Cucu dari Kiai As'ad Syamsul Arifin ini mengemukakan bahwa Pesantren Sukorejo memiliki banyak mutiara, termasuk para santri dan alumninya yang memiliki potensi di dunia sastra.
Sementara Zainul Walid, salah seorang pembimbing penulisan sastra di Pesantren Sukorejo mengatakan bahwa pihaknya memiliki lembaga khusus untuk mendidik santri dalam menekuni sastra.
"Kami punya Sanggar Cermin yang berdiri sejak 2006 yang di dalamnya ada kegiatan sastra. Sejak 2010 Sanggar Cermin memiliki sekolah-sekolah khusus, yakni sekolah deklamasi, penulisan sastra, da'i, musik, seni lukis dan seni suara," kata Walid yang juga penyair. (*)