Pamekasan (Antara Jatim) - Anggota DPRD Pamekasan, Pulau Madura, Jawa Timur Andi Suparto meminta pemkab setempat, menertibkan praktik penambangan ilegal yang terjadi di wilayah itu.
"Penertiban yang kami maksud adalah mendorong para penambang itu untuk mengurus izin mereka, karena berdasarkan data yang di pemkab, tak satupun para penambang yang ada di Pamekasan ini berizin," kata Andi Suparto di Pamekasan, Kamis.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Pamekasan ini menjelaskan, selain perlu dilakukan penertiban, pemkab juga harus memperketat kontrol atau pengawasan kepada para penambang.
Sebab, kata dia, di Pamekasan sudah pernah terjadi kecelakaan akibat praktik penambangan yang dilakukan di sekitar perkampungan penduduk.
Kasus ini, pernah terjadi di Desa Grujugan, Kecamatan Larangan. Rumah warga ambruk akibat dibawah rumah itu dilakukan pengerukan atau penambangan bata.
"Disinilah perlunya memperketat pengawasan, sehingga tidak menimbulkan bencana bagi warga lainnya," kata Andi.
Hal senada juga disampaikan anggota DPRD dari Partai Bulan Bintang (PBB) M Suli Faris.
Suli menjelaskan, Pemkab Pamekasan sebenarnya telah memiliki Perda yang mengatur tentang penambangan, yakni Perda Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Ruang, Ijin Reklame dan Ijin Penambangan Bahan Galian Golongan C.
Dalam praktinya, perda ini belum dilaksanakan secara maksinal, khususnya terkait dengan praktik penambangan.
Selain itu, ada juga Perda yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yakni Perda Nomor 1 Tahun 2005 yang isinya juga mengatur tentang penambangan pasir liar.
Di Pamekasan, kata dia, praktik penambangan pasir liar masih marak terjadi, khususnya di kawasan pantai utara Pamekasan. Praktik penambangan pasir di wilayah itu, sudah sangat parah, sehingga menyebabkan abrasi pantai semakin meluas.
"Memang pasir masih sangat dibutuhkan untuk pembangunan. Tapi yang kami tekannya, bagaimana praktik penambangan pasir itu tidak menyebabkan terjadinya hal-hal yang menyebabkan kerusakan fatal pada lingkungan sekitar. Seperti yang pernah terjadi di Desa Grujugan, belum lama ini," katanya.
Bagian Perekonomian Pemkab Pamekasan mencetat, sebanyak 230 lokasi penambangan di wilayah itu tidak memiliki izin operasional alias ilegal.
Menurut Kepala Bagian Perekonomian Pemkab Pamekasan Basri Yulianto, jumlah penambang itu berdasarkan pendataan yang dilakukan pemkab, dan lokasinya tersebar di 13 kecamatan di wilayah itu.
"Jenisnya meliputi berbagai jenis penambangan. Seperti bata, batu gunung, termasuk penambangan pasir," katanya kepada Antara per telepon, Rabu (7/10) sore.
Para penambang di Pamekasan ini tidak ada yang memiliki izin, setelah pemerintah mengubah kebijakan, yakni untuk izin penambangan, dikeluarga oleh pemerintah provinsi.
Basri menduga, hal itu yang menjadi penyebab para penambang malas mengurus izin penambangan, sehingga tak satupun lokasi penambangan di Pamekasan yang memiliki izin. Sebab, jumlah 230 lokasi penambangan yang tidak memiliki izin itu merupakan jumlah keseluruhan.
Memang, kata dia, Pemprov Jatim kini sedang mengusulkan, agar izin penambangan dikembalikan lagi kepada pemerintah daerah sebagaimana berlaku sebelumnya.
"Rencana ini disampaikan kepada para Kepala Satpol-PP dalam rapat koordinasi Satpol-PP se-Jawa Timur kemarin," katanya.
Hanya saja, karena regulasi tentang penerbitan izin oleh daerah itu belum terbit, maka institusi yang tetap berhak mengeluarkan izin adalah pemerintah provinsi.
"Tapi semua data-data tentang penambangan yang jumlahnya sebanyak 230 itu sudah kami sampaikan ke Pemprov Jatim," tutur Basri.
Meski tidak berizin, namun aktivitas penambangan di Pamekasan selama ini terpantau kondusif dan tidak membahayakan. Sebab, para penambang itu umumnya merupakan penambang perorangan, bukan perusahaan.
Selain itu, para penambang menggali tambang, baik batu gunung, ataupun bata di mereka sendiri. "Kalau penambang pasir kebanyakan di pesisir pantai, terutama di pesisir pantai utara Pamekasan," katanya.
Sejak adanya kasus pembunuhan aktivis anti-tambang di Lumajang, Kabag Perekonomian Basri Yulianto mengaku, langsung meningkatkan koordinasi, dan melakukan pendekatan persuasif semua pihak pihak, agar kasus serupa tidak terjadi juga di Pamekasan. (*)