Semarang (Antara Jatim) - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan mengemukakan aspek kebudayaan memang harus dibenahi jika Indonesia ingin menggaet wisatawan luar negeri lebih banyak.
"Ini karena kekayaan budaya kita menjadi daya tarik besar bagi wisatawan luar negeri. Sebuah survei menyebutkan bahwa 60 persen orang asing datang ke Indonesia karena kebudayaan kita yang sangat kaya," katanya saat berbicara pada acara Temu Redaktur Kebudayaan di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (7/8) malam.
Guru besar Fisip Universitas Airlangga Surabaya ini mengemukakan saat ini pemerintah menargetkan kunjungan wisatawan asing hingga hampir tiga kali lipat dari sebelumnya, yakni dari sekitar 7 juta menjadi 19 juta orang.
Dari sisi kebudayaan pihaknya terus melakukan pembenahan infrastruktur yang sudah ada, seperti galeri dan museum. Ia berharap galeri dan museum menjadi salah satu tempat yang nyaman bagi pengunjung, termasuk sambil bersantai minum kopi di dalamnya.
Selain itu pihaknya juga memberikan bantuan kepada komunitas-komunitas maupun masyarakat adat, termasuk pembangunan rumah adat yang dikerjakan secara gotong royong. Saat ini sudah ada ratusan komunitas dan masyarakat adat yang mendapatkan bantuan untuk pelestarian adat itu.
Ia mengemukakan, bantuan tersebut sempat menghadapi kendala karena Kementerian Keuangan menghendaki bantuan untuk pembangunan rumah adat dilakukan dengan sistem lelang terlebih dahulu.
"Tapi kita menghadapi kendala siapa kontraktor spesialis rumah adat di Indonesia? Kan tidak ada. Selain itu ada persoalan yang sangat teknis yang sulit dilakukan oleh kontraktor, misalnya sebelum pembangunan rumah harus dilakukan upacara adat atau ritual tertentu," katanya.
Selain itu jika disalurkan dalam bentuk bantuan soaial, bukan lelang, ada aspek gotong royong di dalamnya. Dengan demikian maka pembangunan rumah adat juga bisa menghemat karena masyarakat yang terlibat tidak perlu dibayar.
"Sementara kalau ditangani kontraktor kan harus berpikir keuntungan. Padahal kadang bantuan sosial dari kami itu tidak cukup. Misalnya bantuan kami Rp400 (juta), ternyata habisnya di lapangan sampai Rp600 (juta)," katanya.
Kacung juga mengungkapkan bahwa pihaknya juga memberikan bantuan kepada komunitas pelaku kebudayaan yang akan tampil di luar negeri, namun tidak memiliki dana yang cukup. Hanya saja ia mengingatkan agar surat yang disampaikan ke Ditjen Kebudayaan tidak terlalu pendek waktunya.
"Minimal satu bulan sebelumnya lah. Karena uangnya tidak ada di kami. Kami harus proses dulu. Kalau pemberitahuannya satu minggu sebelum berangkat, ya sulit," ujarnya. (*)