Provinsi Jawa Timur dengan 38 kabupaten/kota memiliki beragam potensi wisata daerah di mana melalui segala keelokan pesonanya diharapkan mampu menarik minat wisatawan domestik maupun asing. Namun, seiring berjalannya waktu sampai saat ini perkembangan wisata di Jatim seolah mati suri. Padahal, tiap satu objek wisata di suatu daerah mempunyai daya tarik yang luar biasa. Dengan catatan, objek itu bisa dioptimalkan dengan baik, dipoles secantik mungkin, dan bisa menjadi sentra ekonomi kerakyatan. "Akan tetapi, urgensi wisata inilah yang belum ditanggapi serius oleh pemerintah. Mereka seolah cuek dengan perkembangan wisatanya dan tiba-tiba sangat perhatian saat objek wisata itu bisa mendatangkan pendapatan besar bagi wilayahnya," kata Sekretaris Jenderal DPD Asosiasi Biro Perjalanan dan Wisata (Asita) Jatim, Nanik Sutaningtyas, di Surabaya. Sementara, untuk mengembangkan objek wisata di satu daerah butuh uluran tangan semua pihak mulai dari masyarakat di sekitar lokasi wisata, pemerintah, maupun swasta yang idealnya bersinergi. Masing-masing tidak bisa berdiri sendiri atau menjalankan perannya demi keuntungan pribadi. Apalagi ketika berbicara kendala apa saja yang menjadi penghambat perkembangan wisata Jatim, setiap permasalahan dapat muncul seperti fenomena gunung es. Sebut saja, hambatan dari sisi akses menuju lokasi objek wisata, alat transportasi, infrastruktur, fasilitas di objek wisata, dan ketersediaan penginapan di sana. "Sementara, kini tren masyarakat mengarah ke objek wisata dengan fasilitas lengkap. Lingkungannya aman, nyaman, akses lancar, dan jauh dari bau atau tumpukan sampah yang merusak suasana rekreasi mereka," katanya. Lihat saja Bali, tambah dia, wilayah yang namanya lebih dikenal masyarakat internasional dibandingkan nama Indonesia sebagai negara itu memang laik menjadi percontohan pengembangan potensi wisata di Tanah Air. Penyebabnya, seluruh pihak di Pulau Dewata punya komitmen bersama untuk memajukan Bali termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. "Bali juga sangat diuntungkan dengan gencarnya promosi dan kedekatan akses antar-objek wisata. Dalam satu hari wisatawan bisa berkunjung ke sejumlah objek sedangkan di Jatim tidak," katanya. Di sisi lain, potensi wisata di Jatim tidak kalah dengan di daerah lain. Keunggulan provinsi ini adalah keberadaan objek wisata yang bisa dikategorikan mulai dari wisata alam, religi, dan belanja. Sampai sekarang, wisata alam seperti di Gunung Bromo masih menjadi kebanggaan warga Jatim dan tujuan utama wisatawan mancanegara meskipun kini kenaikan tarif masuknya menimbulkan masalah baru. Selain itu, dapat mengakibatkan dampak berkelanjutan bagi perekonomian masyarakat di sana. Lalu, beberapa tahun terakhir Kawah Ijen dan sejumlah pantai pasir putih di Kabupaten Banyuwangi makin dikenal pasar pariwisata mengingat besarnya kepedulian pemerintah daerah dan dukungan masyarakatnya. Berikutnya, Kabupaten Kediri dengan objek wisata Gunung Kelud, Monumen Simpang Lima Gumul (SLG), petilasan Sri Aji Joyoboyo, dan wisata religi Gereja Pohsarang dengan patung Bunda Maria. Kemudian, potensi wisata Kota Kediri seperti eksotika Gunung Klotok, Bukit Maskumambang, Goa Selomangleng, makam Maling Boncolono di Ringinsirah yang memiliki legenda mirip Robin Hood yang dikenal sebagai pencuri baik hati karena membagi hasil rampasan kepada rakyat jelata. Ada pula Museum Airlangga yang menyimpan berbagai macam benda bersejarah. "Bahkan, Surabaya sebagai Kota Pahlawan punya objek wisata menarik dan pantas segera dilengkapi fasilitas maupun infrastruktur memadai yakni Wisata Mangrove Wonorejo. Kalau dikelola dengan baik, kawasan yang melindungi daerah Surabaya Timur dari ancaman tsunami ini bisa menjadi ikon atau percontohan karena menciptakan ecotourism di tengah kota," katanya. Di lain pihak, kerja sama antarnegara Asean melalui masyarakat ekonomi Asean (MEA) yang diterapkan mulai tahun 2015 tinggal beberapa bulan lagi. Untuk itu kini seluruh pihak di Jatim harus secepatnya meningkatkan kompetensi SDM, membangun infrastruktur memadai, ketersediaan fasilitas yang sesuai kebutuhan wisatawan, dan fokus pada pengembangan daerah sebagai tujuan wisata. "Idealnya lebih baik memperbanyak tingkat kunjungan inbound dibandingkan warga Jatim pergi dan menghambur-hamburkan uangnya di luar negeri (outbound). Dengan begitu, saat MEA berlaku masyarakat Indonesia terutama Jatim dapat menjadi tuan di negeri sendiri, bukan penonton semata," harapnya.(*)
Nanik Sutaningtyas: Urgen...Wisata Jatim Jadi Tuan Rumah !
Jumat, 5 September 2014 9:01 WIB