Tersangka Korupsi Bibit Hibrida Tunjuk Pengacara Jember
Sabtu, 26 Oktober 2013 16:08 WIB
Jember (Antara Jatim) - Salah seorang tersangka korupsi pengadaan bibit tanaman hibrida di Kementerian Pertanian yang merupakan koneksi antarrekanan yang berdomisili di Kabupaten Jember, Jawa Timur, yakni MH, sudah menunjuk pengacara asal daerah ini, M. Nuril, sebagai penasehat hukumnya.
"Memang benar saya ditunjuk jadi tim kuasa hukumnya untuk mendampingi beliau di persidangan nanti, namun masih dalam proses," kata Nuril.
Ia mengatakan calon kliennya tersebut ditahan oleh Kejaksaan Agung untuk kepentingan penyidikan. namun dia hanya menjadi pelaksana proyek pengadaan bibit tanaman hibrida.
"Pak MH hanya menjadi pelaksana proyek yang ditangani rekanan berinsial ST asal Yogyakarta dan yang melakukan kontrak kerja sama dengan pihak Kementerian Pertanian adalah ST," tuturnya.
Nuril enggan menjelaskan lebih rinci terkait aliran uang dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bibit tanaman hibrida di Kementerian Pertanian selama periode 2008-2012 yang melibatkan kliennya.
"Saya tidak komentar dulu. Saya belum bertemu klien dan berkasnya masih belum dipelajari," ujarnya singkat.
Kejaksaan Agung telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek bantuan langsung bibit padi unggul di Kementerian Pertanian yakni ST sebagai Dirut PT Hidayah Nur Wahana (HNW), kemudian MH sebagai Direktur Produksi PT HNW, dan tiga tersangka lainnya adalah pimpinan PT Sang Hyang Sri.
Kementerian Pertanian menggandeng perusahaan BUMN, Sang Hyang Sri dalam program pembibitan tanaman hibrida di sejumlah daerah seperti Sumatera, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, namun pada kenyataan di lapangan, pengadaan bibit tanaman hibrida ditemukan adanya penyimpangan.
Kasus tersebut bermula ketika PT HNW memenangi tender bibit senilai Rp209 miliar dan tujuan proyek itu adalah membantu petani mendapatkan bibit padi unggul untuk lahan kering, padi hibrida, padi nonhibrida, dan kedelai.
Proyek itu didanai anggaran negara pada 2012 senilai Rp1,074 triliun dan PT HNW mendapat tugas untuk pengadaan dan distribusi bibit di Pulau Sumatera kecuali Lampung.
Penyidik Kejagung menemukan sejumlah penyimpangan antara lain penyimpangan biaya pengelolaan cadangan benih nasional, rekayasa penentuan harga komoditas, proyek fiktif, penggelembungan harga benih, dan penyaluran benih tidak sesuai peruntukannya. (*)