Aktivitas Penambangan Marmer Rusak Goa Prasejarah Tulungagung
Selasa, 11 Juni 2013 21:45 WIB
Tulungagung (Antara Jatim) - Aktivitas penambangan batu marmer di daerah Campurdarat dan Besole, Kabupaten Tulungagung, mulai mengancam keberadaan situs goa prasejarah yang ada di dalam area pertambangan setempat.
Koresponden Antara di Tulungagung, Selasa melaporkan, dari dua situs Goa Song Gentong yang diyakini sebagai tempat hunian manusia purba di perbukitan marmer Desa Besole, Kecamatan Besole, satu di antaranya telah rusak parah.
Dinding tebing yang ada di atas mulut Goa Song Gentong-2 bahkan telah diruntuhkan dengan cara digergaji menggunakan alat berat.
Sementara di depan mulut goa yang hanya memiliki kedalaman sekitar dua meter saat ini digunakan oleh sejumlah pekerja tambang untuk aktivitas pemotongan batu marmer dari bongkahan tebing yang telah runtuh.
Goa Song Gentong-1 yang hanya berjarak sekitar 25 meter dari situs Song Gentong-2 kondisinya masih utuh.
Namun hal itu tak menyurutkan kekhawatiran sejumlah arkeolog dari UGM dan Unair yang baru saja menyelesaikan tahapan eskavasi ratusan subfosil berusia ribuan tahun sebelum masehi dan diduga sisa makanan manusia purba.
"Kemudian memang ada 'konflik' antara kepentingan perut dan kepentingan otak, antara kebajikan dengan kesejahteraan. Masalah ini memang harus dicarikan solusi, karena tidak semua tempat merupakan situs arkeologi," kata ahli bioantropologi dan paleoantropologi UGM, Prof Rusyad Adi Suriyanto.
Pakar fosil yang menjadi ketua tim eskavasi bersama 20 mahasiswa antropologi FISIP Unair di situs Song Gentong-1 (3-8 Juni) tersebut tidak secara eksplisit menyinggung proses perusakan situs-situs arkeologi oleh masyarakat penambang marmer.
Namun ia menegaskan bahwa masyarakat arkeologi, khususnya dari dunia pendidikan akan aktif mendorong dilakukannya konservasi atas sejumlah situs kepurbakalaan ataupun kearkeologian.
"Perlu dilakukan perlindungan terhadap beberapa situs arkeologi seperti di Wajak (Campurdarat) dan Song Gentong (Besole) ini dengan membuat 'zoning-zoning' atau semacam area cagar budaya," usulnya.
Rusyad enggan berpolemik atas rusaknya situs prasejarah Song Gentong-2 dengan alasan aktivitas penambangan dilakukan warga karena ketidaktahuan mereka.
Namun ia berharap aktivitas serupa tidak sampai merusak situs Goa Song Gentong-1 yang saat ini masih utuh.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata Kabupaten Tulungagung, Rustam memastikan pihaknya akan menindaklanjuti rekomendasi para ahli arkeologi Unair dan UGM demi mengamankan sejumlah situs purbakala dari perusakan manusia ataupun akibat aktivitas penambangan.
"Kami akan segera membicarakan masalah dengan pihak-pihak terkait guna menjadikan beberapa situs prasejarah yang memiliki nilai budaya tinggi tersebut, termasuk situs Song Gentong agar menjadi daerah cagar budaya," kata Rustam. (*)