Sensus Pertanian di Pacitan Dipercepat
Rabu, 22 Mei 2013 17:19 WIB
Pacitan (Antara Jatim) - Badan Pusat Statistik Pacitan, Jawa Timur, mempercepat pelaksanaan Sensus Pertanian 2013 di daerah tersebut, dari semula dijadwalkan selesai pada 31 Mei menjadi 25 Mei.
"Target ini diharapkan tercapai supaya masih ada waktu untuk melakukan perbaikan data jika ada keliru atau perlu diverifikasi ulang," kata Kepala BPS Pacitan Djujuk Widhilaksana, Rabu.
Sejak sensus resmi dimulai awal Mei (1/5/2013), saat ini BPS telah mengumpulkan data pertanian sebanyak 80 persen lebih.
Seluruh data pertanian yang telah ditabulasi dan dilakukan serangkaian proses "editing coding" (ECO), seluruh data dalam bentuk "hard copy" maupun "soft copy/soft file" kemudian segera dikirim ke BPS Jatim.
"Kami sudah sempat mengirim satu boks berisi 13 koli data pegumpulan di lapangan. Selanjutnya akan di scan di Surabaya," terangnya.
Dijelaskannya, sensus pertanian dilakukan menggunakan dua metode, yakni pendekatan langsung dari pintu ke pintu (door to door) rumah/sawah petani serta metode "snow ball sampling". Metode snow ball sampling dipergunakan khusus untuk petani di wilayah perkotaan.
Pihak BPS berharap agar hasil sensus pertanian tahun ini lebih valid agar bisa digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan pemerintah maupun masyarakat.
Tenggat waktu bagi pengumpulan data yang lebih cepat dari akhir program bukan tanpa alasan. Kata Djujuk, percepatan target pendataan diberlakukan agar mereka memiliki jeda enam hari sebelum program sensus pertanian dinyatakan berakhir.
"Waktu yang masih tersisa dapat digunakan untuk melakukan perbaikan maupun pembenahan, misalnya, perbaikan kordinasi di internal petugas maupun kekurangan-kekurangan lain saat pengumpulan data," ujarnya.
Diakui Djujuk, pada pekan-pekan pertama pelaksanaan sensus masih ditemukan kesalahan-kesalahan. Karenanya agar tepat waktu, prosentase capaian pelaksanaan sensus harus ditetapkan supaya target bisa tercapai 100 persen.
Sensus pertanian 2013 diselenggarakan BPS Pacitan dengan melibatkan warga setempat sehingga sasaran pendataan lebih mudah dikenali.
Berbeda dengan petugas dari luar daerah yang belum mengenal medan maupun kondisi masyarakat sasaran.
Djujuk mengakui, kesalahan-kesalahan yang terjadi itu di antaranya ada ketidaksesuaian instrumen penelitian karena salah pengertian tentang suatu objek sensus.
Ia mencontohkan kerancuan pemaknaan kegiatan warga apakah masuk kategori usaha rumah tangga atau tidak.
Tetapi hal itu kemudian dapat diperbaiki seiring perjalanan proses sensus. "Memang ada beberapa kesalahan kecil, tapi bisa langsung diperbaiki oleh petugas MK (monitoring kualitas) dari Surabaya maupun Pusat," kata Djujuk. (*)