Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan kondisi iklim Indonesia pada 2026 relatif lebih stabil dan tidak seekstrem tahun 2024 yang ditandai dengan suhu tinggi dan cuaca ekstrem berkepanjangan.
Deputi Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan dalam konferensi pers "Climate Outlook 2026" yang diikuti di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa kondisi tersebut dipengaruhi oleh berakhirnya fenomena La Nina lemah pada kuartal pertama 2026.
“Prediksi kami menunjukkan bahwa setelah Maret 2026, kondisi iklim global akan kembali ke fase netral dan bertahan hingga akhir tahun,” kata dia.
Ia menjelaskan suhu udara rata-rata nasional pada 2026 diperkirakan berada pada kisaran 25–29 derajat Celsius, masih dalam rentang klimatologis yang normal.
BMKG mencatat suhu rata-rata nasional 2026 tidak akan melampaui rekor panas seperti yang terjadi pada 2024, seiring pengaruh pendinginan sementara akibat La Nina lemah.
Kondisi laut di sekitar Indonesia juga diperkirakan lebih stabil, baik di Samudra Pasifik maupun Samudra Hindia, sehingga mengurangi potensi anomali cuaca ekstrem.
Ardhasena menambahkan prediksi iklim tersebut disusun melalui pemodelan fisika atmosfer dan laut yang dikombinasikan dengan kecerdasan buatan.
BMKG mengimbau pemerintah dan masyarakat tetap memanfaatkan informasi iklim ini sebagai dasar perencanaan sektor pertanian, kebencanaan, dan tata ruang wilayah.
