Jakarta (ANTARA) - Indonesia melalui Forestry Interim Secretariat of the International Tropical Peatlands Centre (ITPC) bersama Greifswald Mire Centre (GMC) menandatangani Deklarasi Bersama untuk memperkuat perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut tropis.
Penandatanganan deklarasi dilakukan oleh Wakil Ketua Forestry Interim Secretariat of ITPC Bambang Supriyanto dan Direktur GMC Franziska Tanneberger, di sela kegiatan Konferensi Para Pihak ke-30 (COP30) UNFCCC, di Belem, Brasil, Jumat (21/11).
Bambang Supriyanto dalam keterangannya, di Jakarta, Minggu, menyampaikan Forestry Interim Secretariat ITPC akan terus menjalankan peran sebagai pusat kolaborasi internasional untuk pengelolaan gambut tropis di Asia Tenggara, Cekungan Kongo, dan Amazon.
"Kolaborasi kami dengan Greifswald Mire Centre akan membawa kerja sama internasional ke tingkat yang lebih tinggi, khususnya dalam pemetaan, pemantauan, pengembangan riset, pertukaran pembelajaran, serta peningkatan kapasitas melalui pelatihan, webinar, dan konferensi,” katanya pula.
Kerja sama ini, ujarnya lagi, diharapkan semakin memperkuat kontribusi kawasan gambut terhadap target iklim global, termasuk pencapaian Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 Indonesia.
Bambang juga menyatakan ITPC siap memperluas kemitraan dengan pemerintah negara-negara sahabat, lembaga penelitian, sektor swasta, perguruan tinggi, dan organisasi internasional, seiring dengan agenda penguatan aksi kolaborasi pada 2026 dan seterusnya.
Deklarasi ini juga mengakui kontribusi serta dukungan mitra global seperti: UNEP, FAO, CIFOR, dan lembaga riset nasional, serta menegaskan pentingnya ekosistem gambut dalam berbagai konvensi dan agenda internasional, antara lain: UNCBD, UNCCD, UNFCCC, Konvensi Ramsar, Perjanjian Paris, Deklarasi Brazzaville, Global Peatlands Initiative, dan Peatland Breakthrough.
Penasihat Senior Bidang Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan RI Haruni Krisnawati yang turut hadir dalam penandanganan tersebut menegaskan bahwa ekosistem gambut memiliki posisi strategis dalam aksi iklim Indonesia.
Menurut dia, dengan luas sekitar 24 juta hektare, dengan 74 persen di antaranya berada di kawasan hutan negara, hutan gambut tropis Indonesia menyimpan sekitar 89 gigaton karbon, setara dengan kurang lebih 20 tahun emisi bahan bakar fosil global.
"Restorasi yang efektif dan pengelolaan berkelanjutan dapat menurunkan emisi sebesar 1,3-2,6 GtCO₂e per tahun," ujarnya.
Sementara itu, Franziska Tanneberger menekankan pentingnya kerja sama yang berbasis sains.
"Deklarasi bersama ini mencerminkan komitmen kami untuk membekali pengambil kebijakan, praktisi, dan komunitas lokal dengan informasi yang kredibel, analisis yang kuat, serta perangkat praktis guna mendukung konservasi dan pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan," katanya lagi.
