Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) meminta Universitas Jember (Unej) menjadi pusat pengembangan desa berketahanan iklim agar desa mampu bertahan dan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
"Saya meminta Unej mengembangkan kajian mengenai desa yang berketahanan iklim, bahkan mendorong Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Unej membuka pusat pelatihan desa berketahanan iklim," kata Direktur Jenderal Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) Kemendes PDT Samsul Widodo saat memberikan materi secara daring pada kegiatan Unej Climate Change Conference yang digelar di Gedung Auditorium, Senin.
Menurutnya, korban pertama dari perubahan iklim adalah masyarakat perdesaan khususnya petani di daerah tertinggal, penyebabnya bisa karena bencana alam hingga gagal panen.
"Belum lagi dengan efek kerusakan sarana dan prasarana yang sudah dibangun namun kemudian hancur akibat bencana alam akibat perubahan iklim," tuturnya.
Ia memaparkan data dampak kerugian ekonomi akibat bencana alam yang mencapai Rp31,55 triliun, sementara kerugian fisik mencapai Rp41,6 triliun dengan 4,1 juta orang terdampak bencana alam akibat perubahan iklim.
"Saya mencetuskan ide agar perguruan tinggi seperti Unej mengembangkan kajian dan pusat desa berketahanan iklim yang tujuannya agar warga desa memiliki resiliensi dalam menghadapi perubahan iklim," katanya.
Menurutnya, Indonesia yang terdiri dari sekian ribu pulau dan merupakan supermarket bencana harus bisa beradaptasi agar mampu menghadapi bencana. Oleh karena itu, warga desa harus siap menghadapi perubahan iklim.
"Adanya kajian dan pusat desa berketahanan iklim akan memberikan penguatan kapasitas, pengembangan ketahanan, peningkatan kesadaran, pengembangan ekonomi lokal hingga kerja sama internasional," ucap alumnus Unej itu.
Ia mengatakan, kampus seperti Unej memiliki kemampuan untuk mewujudkan kajian dan pusat desa berketahanan iklim melalui riset dan pengabdian kepada masyarakatnya.
Sementara Kepala LP2M Unej Prof Yuli Witono dalam laporan kegiatannya menyoroti perubahan iklim sebagai tantangan terbesar dalam mewujudkan cita-cita swasembada pangan nasional.
"Oleh karena itu, konferensi hari ini menghadirkan narasumber dari pemerintah, akademisi, maupun praktisi, dengan tujuan menghasilkan solusi dan ide menghadapi perubahan iklim dalam mencapai swasembada pangan nasional," katanya.
Ia menjelaskan LP2M Unej telah menjadikan riset perubahan iklim dan usaha swasembada pangan sebagai riset utama, apalagi pangan dan pertanian menjadi topik sentral dunia mengingat fungsinya sebagai sumber pangan, sumber pakan dan sumber bahan bakar atau food, feed and fuel.
