Surabaya (ANTARA) - Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur menetapkan proyeksi pendapatan daerah sebesar Rp26,3 triliun yakni turun Rp1,96 triliun atau minus 6,94 persen dibandingkan dengan proyeksi dalam Nota Keuangan Gubernur sebesar Rp28,26 triliun.
"Penurunan tersebut disebabkan oleh pemangkasan Transfer ke Daerah (TkD) dari pemerintah pusat, yang berkurang hingga Rp2,8 triliun dibandingkan APBD 2025," kata juru bicara Banggar DPRD Jatim Erick Komala, saat rapat paripurna, di Surabaya, Rabu.
Politisi PSI ini mengatakan Banggar bersama TAPD masih berhasil meningkatkan proyeksi pendapatan sebesar Rp215,32 miliar dibandingkan hasil revisi awal pasca pemangkasan TkD, berkat peningkatan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Rinciannya, pajak daerah naik Rp171,2 miliar, retribusi daerah naik Rp26,73 milia,r dan hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan naik Rp17,38 miliar.
Banggar, kata Erick, menyoroti PAD 2026 mencapai 66 persen dari total pendapatan daerah dengan pajak daerah sebagai kontributor dominan sebesar 76 persen.
Namun, pertumbuhan PAD yang hanya ditargetkan naik 2 persen dari tahun sebelumnya dianggap masih di bawah target moderat.
"Banggar mendorong adanya reformasi pengelolaan aset daerah dan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) agar optimalisasi PAD dapat dicapai tanpa membebani masyarakat," ujarnya.
Banggar mencatat penurunan signifikan pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Total penurunan mencapai 24 persen dibandingkan alokasi tahun 2025.
Menurut Erick, hal ini mencerminkan kebijakan konsolidasi fiskal pemerintah pusat, di mana dukungan ke daerah lebih diarahkan pada efisiensi dan kinerja.
DPRD Jatim berharap Pemprov dapat mengantisipasi dampak penurunan TKD ini dengan tetap menjaga pembiayaan program prioritas dan pelayanan publik.
Meski menghadapi tekanan fiskal, DPRD Jatim menegaskan bahwa target kinerja pembangunan daerah tetap harus tercapai sebagaimana diamanatkan dalam RPJMD 2025–2029 dan RKPD 2026.
“Penurunan pendapatan tidak boleh menghambat laju pembangunan. Pemerintah provinsi harus cermat dan kreatif dalam menggali potensi pendapatan baru,” tutur Erick.
