Petani tembakau di Desa Pagung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menyebut terjadinya kemarau panjang turut mempengaruhi produksi tembakau, sehingga hasil panen pun masih belum bisa optimal.
"Kendalanya adalah masalah cuaca dan virus. Kalau cuaca tahun ini agak kurang membantu, kekeringan lebih panjang jadi air berkurang," kata petani tembakau asal Desa Pagung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri Supriyadi di Kediri, Sabtu
Supriyadi yang juga Kepala Desa Pagung mengungkapkan untuk virus juga menjadi kendala serius.
Baca juga: Pemkab Lumajang siap bersinergi untuk perluasan pasar tembakau
Jika tanaman sudah terkena virus, harus menunggu sekitar 2-3 tahun baru bisa ditanami lagi.
Hal itu dilakukan, sebab tanaman pun akan mati jika tetap dipaksa di titik yang pernah terdeteksi virus.
Supriyadi menambahkan, warga di desanya memang mulai tertarik beralih budi daya tembakau ketimbang tanaman lainnya.
Para petani sudah mulai menekuni budi daya tanaman ini sekitar tujuh tahun belakangan.
Pada tahun 2023 di Desa Pagung, Kecamatan Semen ada sekitar 50 orang petani yang menekuni budi daya tanaman tembakau. Jumlah itu naik pada 2024 ini menjadi 70 orang petani.
Supriyadi mengatakan, dirinya menanam tembakau dengan luasan hingga sekitar 1,5 hektare.
Tembakau tersebut bisa dipanen mulai umur tanaman 70 hari hingga selesai panen 120 hari.
"Saat ini sudah mulai panen. Untuk hasilnya belum tahu karena baru panen dan belum dirajang. Nanti jika kering tahu berapa produksinya," kata dia.
Dirinya berharap panen tahun ini lebih bagus. Jika tahun lalu dari lahan satu hektare bisa menghasilkan total 1,5 ton tembakau kering.
Soal harga, ia mengaku belum tahu juga. Namun, dirinya menegaskan petani tidak sulit untuk menjual tembakau karena sudah terikat kontrak dengan mitra.
Dari mitra perusahaan tersebut memberikan bantuan berupa bibit, sedangkan untuk pupuk juga ada bantuan dari pemkab dari program dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT).
"Pasarnya jelas ada kontrak. Dari pabrik juga memberi bibit, dinas pertanian juga memberikan dari cukai untuk kebutuhan pupuk," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Kendalanya adalah masalah cuaca dan virus. Kalau cuaca tahun ini agak kurang membantu, kekeringan lebih panjang jadi air berkurang," kata petani tembakau asal Desa Pagung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri Supriyadi di Kediri, Sabtu
Supriyadi yang juga Kepala Desa Pagung mengungkapkan untuk virus juga menjadi kendala serius.
Baca juga: Pemkab Lumajang siap bersinergi untuk perluasan pasar tembakau
Jika tanaman sudah terkena virus, harus menunggu sekitar 2-3 tahun baru bisa ditanami lagi.
Hal itu dilakukan, sebab tanaman pun akan mati jika tetap dipaksa di titik yang pernah terdeteksi virus.
Supriyadi menambahkan, warga di desanya memang mulai tertarik beralih budi daya tembakau ketimbang tanaman lainnya.
Para petani sudah mulai menekuni budi daya tanaman ini sekitar tujuh tahun belakangan.
Pada tahun 2023 di Desa Pagung, Kecamatan Semen ada sekitar 50 orang petani yang menekuni budi daya tanaman tembakau. Jumlah itu naik pada 2024 ini menjadi 70 orang petani.
Supriyadi mengatakan, dirinya menanam tembakau dengan luasan hingga sekitar 1,5 hektare.
Tembakau tersebut bisa dipanen mulai umur tanaman 70 hari hingga selesai panen 120 hari.
"Saat ini sudah mulai panen. Untuk hasilnya belum tahu karena baru panen dan belum dirajang. Nanti jika kering tahu berapa produksinya," kata dia.
Dirinya berharap panen tahun ini lebih bagus. Jika tahun lalu dari lahan satu hektare bisa menghasilkan total 1,5 ton tembakau kering.
Soal harga, ia mengaku belum tahu juga. Namun, dirinya menegaskan petani tidak sulit untuk menjual tembakau karena sudah terikat kontrak dengan mitra.
Dari mitra perusahaan tersebut memberikan bantuan berupa bibit, sedangkan untuk pupuk juga ada bantuan dari pemkab dari program dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT).
"Pasarnya jelas ada kontrak. Dari pabrik juga memberi bibit, dinas pertanian juga memberikan dari cukai untuk kebutuhan pupuk," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024