Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengantisipasi kasus perkawaninan usia dini dengan menyosialisasilan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk (DP3A-PPKB) Kota Surabaya Ida Widyawati dalam keterangannya di Surabaya, Sabtu mengatakan sosialisasi perwali tersebut menjadi bagian edukasi sehingga masyarakat bisa memahami dampak pernikahan dini bagi masa depan anak.
"Kami berkolaborasi dengan Bina Keluarga Remaja dan melibatkan anak untuk turut menyosialisasikan pencegahan perkawinan pada usia anak dan terus dilakukan," kata Ida.
Bahkan, kata dia, upaya pencegahan tersebut juga dilakukan dengan penguatan dalam bentuk nota kesepahaman bersama Pengadilan Agama (PA) dan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) setempat.
Dia optimistis melalui nota kesepahaman itu bisa menghasilkan dampak positif pada masa depan anak. Sebab, terdapat sejumlah aturan yang tegas dalam mengakomodir persyaratan pernikahan.
"Batasannya (usia menikah) semakin jelas, melibatkan KUA dan kelurahan," ucapnya.
Selain PA, Pemkot Surabaya juga menggandeng PKK untuk memaksimalkan upaya pencegahan perkawinan dini, dengan terjun langsung mengedukasi masyarakat di masing-masing tempat tinggalnya.
"Kader PKK adalah orang terdekat bagi masyarakat dan perannya sangat dibutuhkan karena edukasi kepada masyarakat harus sering dilakukan. Kami sadar ini membutuhkan waktu, program kerja masing-masing kelurahan, laporannya akan kami pantau," ujar dia.
Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP3APPKB Kota Surabaya Thussy Apriliyandari mengatakan Perwali Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak merupakan tindak lanjut penandatanganan MoU antara pemkot, PA, dan Kantor Kemenag Surabaya.
"Terdapat perubahan beberapa alur pernikahan pada usia anak. Nanti kami sosialisasikan kepada seluruh pemuka agama, kelurahan, dan kecamatan terkait alurnya," tuturnya.
Salah satu sosialisasi perwali tersebut yang digelar secara masif oleh Pemkot Surabaya terjadi di Convetion Hall Arief Rahman Hakim, pada Jumat (12/8), sekaligus menyambut Hari Anak Nasional yang diperingati 23 Juli 2024.
Pelaksanaan penyuluhan regulasi pencegahan pernikahan dini dikemas di dalam kegiatan training of trainer (ToT) bagi kader PKK.
Para peserta menerima sejumlah materi pembekalan, mulai dari perwali, sistem, alur, dan dispensasi kawin (diska). Selain itu juga disampaikan mengenai dampak negatif perkawinan anak yang meliputi ekonomi, fisik, kesehatan, dan sosial.
Ketua Bidang Kelompok Kerja (Pokja) 1 TP PKK Kota Surabaya Shinta Setia mengatakan sosialisasi Perwali Nomor 32 Tahun 2024 itu merupakan salah satu upaya Pemkot Surabaya dalam menjamin hak-hak anak.
"Kader PKK memiliki empat tugas yang diharapkan oleh Pemkot Surabaya bisa mengubah pola pikir masyarakat, yakni melindungi dan memberikan hak pada anak," tuturnya.
Nantinya, setiap kelurahan membuat program kerja dalam rangka mencegah pernikahan pada usia anak. Hasil praktik terbaik dari program kerja ini diharapkan bisa menular ke kelurahan yang lainnya.
"Secara psikologis (pernikahan pada anak) ada trauma, depresi, kecemasan, gangguan mental, serta terisolir dari teman dan keluarganya," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk (DP3A-PPKB) Kota Surabaya Ida Widyawati dalam keterangannya di Surabaya, Sabtu mengatakan sosialisasi perwali tersebut menjadi bagian edukasi sehingga masyarakat bisa memahami dampak pernikahan dini bagi masa depan anak.
"Kami berkolaborasi dengan Bina Keluarga Remaja dan melibatkan anak untuk turut menyosialisasikan pencegahan perkawinan pada usia anak dan terus dilakukan," kata Ida.
Bahkan, kata dia, upaya pencegahan tersebut juga dilakukan dengan penguatan dalam bentuk nota kesepahaman bersama Pengadilan Agama (PA) dan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) setempat.
Dia optimistis melalui nota kesepahaman itu bisa menghasilkan dampak positif pada masa depan anak. Sebab, terdapat sejumlah aturan yang tegas dalam mengakomodir persyaratan pernikahan.
"Batasannya (usia menikah) semakin jelas, melibatkan KUA dan kelurahan," ucapnya.
Selain PA, Pemkot Surabaya juga menggandeng PKK untuk memaksimalkan upaya pencegahan perkawinan dini, dengan terjun langsung mengedukasi masyarakat di masing-masing tempat tinggalnya.
"Kader PKK adalah orang terdekat bagi masyarakat dan perannya sangat dibutuhkan karena edukasi kepada masyarakat harus sering dilakukan. Kami sadar ini membutuhkan waktu, program kerja masing-masing kelurahan, laporannya akan kami pantau," ujar dia.
Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP3APPKB Kota Surabaya Thussy Apriliyandari mengatakan Perwali Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak merupakan tindak lanjut penandatanganan MoU antara pemkot, PA, dan Kantor Kemenag Surabaya.
"Terdapat perubahan beberapa alur pernikahan pada usia anak. Nanti kami sosialisasikan kepada seluruh pemuka agama, kelurahan, dan kecamatan terkait alurnya," tuturnya.
Salah satu sosialisasi perwali tersebut yang digelar secara masif oleh Pemkot Surabaya terjadi di Convetion Hall Arief Rahman Hakim, pada Jumat (12/8), sekaligus menyambut Hari Anak Nasional yang diperingati 23 Juli 2024.
Pelaksanaan penyuluhan regulasi pencegahan pernikahan dini dikemas di dalam kegiatan training of trainer (ToT) bagi kader PKK.
Para peserta menerima sejumlah materi pembekalan, mulai dari perwali, sistem, alur, dan dispensasi kawin (diska). Selain itu juga disampaikan mengenai dampak negatif perkawinan anak yang meliputi ekonomi, fisik, kesehatan, dan sosial.
Ketua Bidang Kelompok Kerja (Pokja) 1 TP PKK Kota Surabaya Shinta Setia mengatakan sosialisasi Perwali Nomor 32 Tahun 2024 itu merupakan salah satu upaya Pemkot Surabaya dalam menjamin hak-hak anak.
"Kader PKK memiliki empat tugas yang diharapkan oleh Pemkot Surabaya bisa mengubah pola pikir masyarakat, yakni melindungi dan memberikan hak pada anak," tuturnya.
Nantinya, setiap kelurahan membuat program kerja dalam rangka mencegah pernikahan pada usia anak. Hasil praktik terbaik dari program kerja ini diharapkan bisa menular ke kelurahan yang lainnya.
"Secara psikologis (pernikahan pada anak) ada trauma, depresi, kecemasan, gangguan mental, serta terisolir dari teman dan keluarganya," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024