Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep menyediakan dana Rp2,7 miliar lebih untuk membayar ganti rugi lahan SMKN 1 Kalianget yang kini disegel oleh pemilik lahan, sehingga kegiatan belajar mengajar siswa di sekolah itu terganggu.

"Besaran uang ganti rugi ini sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri 2005 dan uang tersebut kini sudah siap diserahkan kepada ahli waris pemilik lahan," kata Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkab Sumenep Hizbul Wathan dalam keterangan pers diterima di Sumenep, Jawa Timur, Minggu.

Ia menuturkan kasus sengketa lahan pendidikan yang ditempati SMK Negeri 1 Kalianget, Sumenep, itu memang sempat diproses hukum di Pengadilan Negeri Sumenep.

Kala itu, PN Sumenep memutuskan bahwa tanah tersebut memang atas nama milik pribadi warga, bukan aset negara. Karena itu, PN memerintahkan kepada pemkab melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sumenep agar memberikan ganti rugi kepada pemilik lahan, yakni sebesar Rp2,7 miliar.

"Besaran ganti rugi ini, mengacu kepada harga jual tanah per meter persegi, yakni Rp100 ribu," katanya.

Baca juga: Sengketa lahan pendidikan, siswa SD di Bangkalan belajar di ruang terbuka

Akan tetapi, sambung Wathan, dalam perkembangan berikutnya, pemilih lahan yang ditempati SMK Negeri 1 Kalianget, Sumenep itu menolak uang ganti rugi yang diberikan kepada yang bersangkutan dan menyegel SMK Negeri 1 Kalianget.

Menurut Penasihat Hukum pemilik lahan Mohammad Arifin, yang bersangkutan menolak uang ganti rugi dari Pemkab Sumenep sebesar Rp2,7 miliar, karena harga tanah itu pada 2005, sedangkan saat ini, berubah.

"Kalau ganti rugi tanah itu dibayar saat putusan pengadilan ditetapkan, pemilik lahan menerima. Tapi saat ini sudah 2023, dan Pemkab Sumenep tetap membayar dengan harga tahun 2005," katanya.

Karena itu, sambung Arifin, kliennya memilih untuk tidak menerima uang ganti rugi tersebut dan memilih untuk menutup sekolah yang dibangun di atas lahan milik pribadi warga tersebut.

Penyegelan SMKN 1 Kalianget itu dilakukan oleh ahli waris Ach Dahlan pada Minggu (17/9) dan hingga Sabtu (23/9) masih berlangsung.

Penyegelan berupa penutupan pagar sekolah dan pemasangan dua spanduk bentang bertuliskan ‘Dilarang Masuk Tanpa Ijin Pemilik Lahan’. Spanduk kedua bertuliskan, ‘Mohon maaf kepada adik-adik siswa atas terganggunya belajar di sekolah ini. Dilarang membuka segel dan melakukan kegiatan apapun di atas tanah sekolah milik alm. Drs. H. Ach. Dahlan, MSi. Kami cukup sabar didzolimi sejak tahun 1996 sampai saat ini tanpa mendapatkan ganti rugi satu rupiah pun’.

Akibat penyegelan tersebut, ratusan siswa dan para guru tidak bisa masuk ke sekolah. Proses kegiatan belajar mengajar pun akhirnya dilakukan secara daring, sambil menunggu proses negosiasi antara Pemkab Sumenep dengan pemilik lahan.

Pewarta: Slamet Hidayat

Editor : Taufik


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023