Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkap pola Kelompok Khilafatul Muslimin menyebarkan ideologi khilafah setelah pemimpin tertinggi organisasi tersebut Abdul Qadir Baraja ditangkap aparat kepolisian di Lampung pada Selasa (7/6).
"Pola penyebaran ideologi khilafah yang dilakukan Khilafatul Muslimin itu disebarkan dengan berbagai cara, antara lain berkedok pengajian atau dakwah," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Polisi R. Ahmad Nurwakhid dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Polisi tangkap pimpinan Khilafatul Muslimin
Ia mengatakan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila tersebut juga disebarkan melalui kampanye terbuka, termasuk di antaranya konvoi, penyebaran buletin rutin setiap bulan, dan melalui internet.
Dari berbagai pola tersebut, diketahui bahwa Khilafatul Muslimin memiliki agenda terselubung untuk mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi khilafah.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menetapkan pemimpin Khilafatul Muslimin, Abdul Qodir Hasan Baraja sebagai tersangka terkait kegiatan organisasi tersebut yang bertentangan dengan ideologi negara.
Abdul Qodir disangkakan dengan Pasal 59 ayat 4 Jo Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas.
"Diancam pidana paling singkat selama lima tahun dan paling lama 15 tahun," kata Endra Zulpan di Jakarta, Selasa (7/6).
Baca juga: Pemimpin Khilafatul Muslimin ditetapkan tersangka
Penetapan tersangka Abdul Qodir tersebut dilakukan setelah penyidik menemukan alat bukti cukup terkait kegiatan Khilafatul Muslimin yang dianggap bertentangan dengan ideologi negara.
Bukti-bukti itu ditemukan dalam artikel di laman Khilafatul Muslimin, buletin yang diterbitkan rutin setiap bulan, hingga kegiatan konvoi di Jakarta Timur yang membagikan selebaran ajakan ideologi khilafah.
Tidak terdaftar
Lebih lanjut, Brigjen Ahmad Nurwakhid yang mantan Kabag Banops Densus 88 itu mengungkapkan Khilafatul Muslimin terbukti tidak terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Namun, organisasi itu memiliki sebaran cabang yang besar, setidaknya terdapat 23 kantor wilayah dan tiga daulah di Jawa, Sumatera, dan Indonesia Bagian Timur.
Di samping itu, pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Baraja bukan hanya baru kali ini ditangkap melainkan sebelumnya pernah ditangkap dan dihukum dua kali atas keterlibatan yang bersangkutan di jaringan terorisme.
Baca juga: Pemimpin Khilafatul Muslimin ditetapkan tersangka
Pertama pada Januari 1979 terkait Teror Warman dan kedua, yang bersangkutan ditahan atas kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal 1985.
"Jadi sekali lagi persoalan ideologi tidak bisa dipatahkan dengan jeruji besi, tapi butuh transformasi menuju ideologi alternatif," kata Nurwakhid.
Ia mengatakan persoalan terkait Baraja adalah ideologi dari sejak zaman Negara Islam Indonesia (NII), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) hingga Khilafatul Muslimin (KM) yang tentu tidak sekadar dihukum tetapi membutuhkan proses dialog, deradikalisasi, dan pembinaan ideologi.
"Itu akan terasa sangat sulit jika sasarannya adalah tokoh dan ideologinya," ujarnya.
Menurut dia, keberadaan orang-orang contohnya Baraja dengan Khilafatul Musliminnya akibat adanya kekosongan pimpinan di kalangan kelompok masyarakat yang mendambakan khilafah, kalau Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atau kelompok radikal lainnya malah dianggap masih memperjuangkan khilafah.
Baca juga: BNPT terapkan konsep pentahelix untuk cegah terorisme dan radikalisme
Baca juga: BNPT: Penyebaran radikalisme di internet alami peningkatan pesat
Baca juga: Wapres: Segera sadarkan orang memaksakan khilafah di Indonesia
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Pola penyebaran ideologi khilafah yang dilakukan Khilafatul Muslimin itu disebarkan dengan berbagai cara, antara lain berkedok pengajian atau dakwah," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Polisi R. Ahmad Nurwakhid dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Polisi tangkap pimpinan Khilafatul Muslimin
Ia mengatakan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila tersebut juga disebarkan melalui kampanye terbuka, termasuk di antaranya konvoi, penyebaran buletin rutin setiap bulan, dan melalui internet.
Dari berbagai pola tersebut, diketahui bahwa Khilafatul Muslimin memiliki agenda terselubung untuk mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi khilafah.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menetapkan pemimpin Khilafatul Muslimin, Abdul Qodir Hasan Baraja sebagai tersangka terkait kegiatan organisasi tersebut yang bertentangan dengan ideologi negara.
Abdul Qodir disangkakan dengan Pasal 59 ayat 4 Jo Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas.
"Diancam pidana paling singkat selama lima tahun dan paling lama 15 tahun," kata Endra Zulpan di Jakarta, Selasa (7/6).
Baca juga: Pemimpin Khilafatul Muslimin ditetapkan tersangka
Penetapan tersangka Abdul Qodir tersebut dilakukan setelah penyidik menemukan alat bukti cukup terkait kegiatan Khilafatul Muslimin yang dianggap bertentangan dengan ideologi negara.
Bukti-bukti itu ditemukan dalam artikel di laman Khilafatul Muslimin, buletin yang diterbitkan rutin setiap bulan, hingga kegiatan konvoi di Jakarta Timur yang membagikan selebaran ajakan ideologi khilafah.
Tidak terdaftar
Lebih lanjut, Brigjen Ahmad Nurwakhid yang mantan Kabag Banops Densus 88 itu mengungkapkan Khilafatul Muslimin terbukti tidak terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Namun, organisasi itu memiliki sebaran cabang yang besar, setidaknya terdapat 23 kantor wilayah dan tiga daulah di Jawa, Sumatera, dan Indonesia Bagian Timur.
Di samping itu, pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Baraja bukan hanya baru kali ini ditangkap melainkan sebelumnya pernah ditangkap dan dihukum dua kali atas keterlibatan yang bersangkutan di jaringan terorisme.
Baca juga: Pemimpin Khilafatul Muslimin ditetapkan tersangka
Pertama pada Januari 1979 terkait Teror Warman dan kedua, yang bersangkutan ditahan atas kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal 1985.
"Jadi sekali lagi persoalan ideologi tidak bisa dipatahkan dengan jeruji besi, tapi butuh transformasi menuju ideologi alternatif," kata Nurwakhid.
Ia mengatakan persoalan terkait Baraja adalah ideologi dari sejak zaman Negara Islam Indonesia (NII), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) hingga Khilafatul Muslimin (KM) yang tentu tidak sekadar dihukum tetapi membutuhkan proses dialog, deradikalisasi, dan pembinaan ideologi.
"Itu akan terasa sangat sulit jika sasarannya adalah tokoh dan ideologinya," ujarnya.
Menurut dia, keberadaan orang-orang contohnya Baraja dengan Khilafatul Musliminnya akibat adanya kekosongan pimpinan di kalangan kelompok masyarakat yang mendambakan khilafah, kalau Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atau kelompok radikal lainnya malah dianggap masih memperjuangkan khilafah.
Baca juga: BNPT terapkan konsep pentahelix untuk cegah terorisme dan radikalisme
Baca juga: BNPT: Penyebaran radikalisme di internet alami peningkatan pesat
Baca juga: Wapres: Segera sadarkan orang memaksakan khilafah di Indonesia
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022