Obat penurun tensi itu ditelan Sophiati (62) dengan dibantu dua teguk air putih. Konsumsi obat tersebut tentunya sudah sesuai resep dokter, untuk penurun hipertensi dengan dosis tertentu.

Sesaat ia menghela nafas panjang sambil merapal bacaan hamdalah. Matanya kemudian terpejam. Ia pun mulai tertidur beristirahat malam.

Aktivitas meminum obat penurun tekanan darah itu rutin dia lakukan saban hari. Tidak pernah telat, sekali sehari.

Sophiati adalah satu dari sekian banyak orang, khususnya kaum lansia yang menderita hipertensi. Satu jenis penyakit dalam yang mengharuskannya mengonsumsi obat penurun tensi seumur hidup. Terhitung sejak empat tahun lalu ia memasuki masa pensiun sebagai aparatur sipil negara.

Bersyukur ia telah tergabung dalam kepesertaan program JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat). Jaminan kesehatan yang dulunya dikelola oleh PT Askes (Persero).

Program asuransi kesehatan yang disubsidi oleh pemerintah ini telah menopang seluruh biaya kebutuhan obat hipertensinya yang cukup besar.

Selain menjaga kesehatan secara mandiri, warga Kabupaten Tulungagung ini juga mengikuti Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) BPJS Kesehatan di Puskesmas Tulungagung.

Beberapa kegiatan rutin yang biasa dilaksanakan dalam Prolanis tersebut di antaranya adalah senam, penyuluhan, dan pemeriksaan kesehatan. 

Namun, akibat kondisi pandemi COVID-19 beberapa kegiatan Prolanis kini ditiadakan. Hal ini membuat Sophiati lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan tetap mengonsumsi obat setiap hari.

"Hipertensinya masih pada tahap tidak begitu tinggi, tetapi saya rutin check-up setiap bulan. Selama pandemi istirahat di rumah, sambil menjaga kesehatan.  Minum obat juga satu kali sehari, rutin, untuk melancarkan darah supaya tidak terjadi penggumpalan. Katanya (dokter) jangan sampai lupa, untuk menjaga kondisi tetap fit,” terang Sophiati.

Tentu perlu biaya khusus untuk obat yang harus dikonsumsi setiap hari selama seumur hidup. 

Apabila tidak memiliki JKN-KIS, Sophiati merasa hal ini akan menjadi sebuah kendala, karena ketidakmampuan membeli obat berakibat pada kondisi kesehatan peserta itu sendiri. 

Dengan memiliki JKN-KIS, menurut Sophiati akan banyak sekali manfaatnya, selain terbantu terkait biaya pelayanan kesehatan, kepastian pelayanan kesehatan menjadi hal utama. Ketika sakit mendadak, bisa segera tertangani di fasilitas kesehatan terdaftar.

“Kalau tidak ada JKN, ya terasa, mau bayar biaya berobat saat ini kayaknya kendala sekali. Apalagi kalau untuk beli obat, kan mahal. Sedangkan obat itu terus-menerus. Tidak mampu beli akhirnya berhenti tidak minum obat. Tidak bisa kontrol. Jadi akhirnya penyakitnya bertambah, tidak ada penyembuhan. Dengan adanya JKN kita bisa cepat terlayani. Tidak bingung, dan itu semua tanpa biaya. Jadi kita tidak mikir, tidak was-was karena sudah terjamin,” ujar Sophiati.

Dirinya sangat berterima kasih dengan adanya program Pemerintah ini, terutama karena memiliki penyakit kronis, dianjurkan mengikuti Prolanis sehingga kesehatannya terkontrol dan terjamin. Tidak lupa, Sophiati berharap agar Program JKN-KIS bisa segera diikuti oleh masyarakat yang belum terdaftar, dan bagi yang sudah menjadi peserta agar rutin membayar iuran sebagai tanggung jawab.

“Saya sangat berterima kasih sekali dengan adanya program ini, terutama yang ikut Prolanis bisa merasakan pemeriksaan kesehatan rutin. Saya berharap, bagi yang belum ikut agar segera ikut, dan bagi peserta kalau bisa pembayaran iuran BPJS itu harus rutin walaupun tidak sakit, karena tanggung jawab jadi ya harus bayar. Yang penting kita tetap menjaga kesehatan, sebelum terjadi apa-apa kita sedia payung sebelum hujan,” tutup Sophiati.(ar/ck/adv)




 

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021