Surabaya (Antaranews Jatim) - Pengurus Cabang Nahdatul Ulama Kota Surabaya menilai putusan Pengadilan Negeri Surabaya menolak gugatan "class action" yang mengatasnamakan warga eks lokalisasi Dolly kepada pemerintah kota setempat sebesar Rp270 miliar pada Senin (3/9) sudah tepat.
"Saya bersyukur hakim/aparat penegak hukum masih berpihak pada moralitas dibanding melulu pada prosedur hukum," kata Ketua Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) Surabaya Achmad Muhibbin Zuhri kepada Antara di Surabaya, Selasa.
Menurut dia, putusan menolak gugatan warga eks lokalisasi Dolly sudah tepat karena hukum dibangun di atas pondasi moralitas, nilai-nilai yang dipegangi masyarakat dan untuk tujuan kemaslahatan.
"Segala tuntutan hukum yang bertentangan dengan hal itu harus ditolak tegas," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, tuntutan warga eks lokalisasi dengan berbagai alibinya, seperti tentang izin rumah musik atau tempat hiburan lain hanya akan mengembalikan kawasan itu seperti sebelum ditutup.
Demikian halnya, lanjut dia, pernyataan yang bernada tuntutan terhadap kesejahteraan warga eks lokalisasi lebih bernuansa keinginan untuk mengembalikan kawasan tersebut sebagai lokalisasi prostitusi.
Untuk itu, kata dia, Pemkot Surabaya dalam hal ini diharapkan tetap teguh pada pendirian untuk melanjutkan program penataan kawasan eks lokalisasi Dolly seperti yang sudah dicanangkan, termasuk program pengembangan ekonomi warga setempat.
"Kami mendukung pemerintah kota melanjutkan upaya yang baik itu. Kami yakin program tersebut akan memberikan multiplayer effect bagi kesejahteraan warga sekitar termasuk warga eks lokalisasi," katanya.
Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Dwi Purnomo sebelumnya menolak gugatan yang mengatasnamakan warga eks lokalisasi Dolly kepada Pemerintah Kota Surabaya karena tidak memenuhi syarat formal gugatan "class action" pada saat membacakan putusan di PN Surabaya pada Senin (3/9).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai gugatan kelompok yang dilayangkan, tidak memenuhi syarat formal gugatan "class action" sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2002.
Selain itu, hakim juga menegaskan bahwa penggugat dapat mengajukkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait keputusan pemkot Surabaya melakukan penutupan eks lokalisasi Dolly.
Atas penolakan tersebut Naen Suryono mewakili pihak penggugat akan mengajukan perlawanan lewat upaya hukum di tingkat kasasi. Hal ini dikarenakan tidak mungkin melakukan gugatan PTUN karena batas waktu gugatan sudah jauh terlampaui yakni 90 hari setelah Pemkot Surabaya melakukan penutupan Jarak-Dolly pada 2014. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Saya bersyukur hakim/aparat penegak hukum masih berpihak pada moralitas dibanding melulu pada prosedur hukum," kata Ketua Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) Surabaya Achmad Muhibbin Zuhri kepada Antara di Surabaya, Selasa.
Menurut dia, putusan menolak gugatan warga eks lokalisasi Dolly sudah tepat karena hukum dibangun di atas pondasi moralitas, nilai-nilai yang dipegangi masyarakat dan untuk tujuan kemaslahatan.
"Segala tuntutan hukum yang bertentangan dengan hal itu harus ditolak tegas," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, tuntutan warga eks lokalisasi dengan berbagai alibinya, seperti tentang izin rumah musik atau tempat hiburan lain hanya akan mengembalikan kawasan itu seperti sebelum ditutup.
Demikian halnya, lanjut dia, pernyataan yang bernada tuntutan terhadap kesejahteraan warga eks lokalisasi lebih bernuansa keinginan untuk mengembalikan kawasan tersebut sebagai lokalisasi prostitusi.
Untuk itu, kata dia, Pemkot Surabaya dalam hal ini diharapkan tetap teguh pada pendirian untuk melanjutkan program penataan kawasan eks lokalisasi Dolly seperti yang sudah dicanangkan, termasuk program pengembangan ekonomi warga setempat.
"Kami mendukung pemerintah kota melanjutkan upaya yang baik itu. Kami yakin program tersebut akan memberikan multiplayer effect bagi kesejahteraan warga sekitar termasuk warga eks lokalisasi," katanya.
Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Dwi Purnomo sebelumnya menolak gugatan yang mengatasnamakan warga eks lokalisasi Dolly kepada Pemerintah Kota Surabaya karena tidak memenuhi syarat formal gugatan "class action" pada saat membacakan putusan di PN Surabaya pada Senin (3/9).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai gugatan kelompok yang dilayangkan, tidak memenuhi syarat formal gugatan "class action" sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2002.
Selain itu, hakim juga menegaskan bahwa penggugat dapat mengajukkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait keputusan pemkot Surabaya melakukan penutupan eks lokalisasi Dolly.
Atas penolakan tersebut Naen Suryono mewakili pihak penggugat akan mengajukan perlawanan lewat upaya hukum di tingkat kasasi. Hal ini dikarenakan tidak mungkin melakukan gugatan PTUN karena batas waktu gugatan sudah jauh terlampaui yakni 90 hari setelah Pemkot Surabaya melakukan penutupan Jarak-Dolly pada 2014. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018