Jember (Antaranews Jatim) - Asisten Direktur Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia Jawa Timur Dedy Irianto mengatakan, kerja sama antardaerah dapat mengendalikan inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah dan juga mempengaruhi pada tingkat provinsi.
"Saya tidak melihat satu daerah di Jatim tidak penting, sehingga semua daerah di Jatim memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan ekonomi nasional karena masing-masing daerah memiliki potensi yang cukup bagus," katanya, Rabu.
Hal itu dikatakan saat rapat koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) wilayah se-Keresidenan Besuki dan Lumajang (Sekarkijang) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jember.
Ia mengatakan BI Jember mengundang sejumlah organisasi perangkat daerah yang masuk dalam TPID di wilayah Kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi, dan Lumajang yang merupakan wilayah kerja Bank Indonesia Jember dalam rapat koordinasi TPID dengan mengambil tema "Mengendalikan Inflasi dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Sekarkijang.
Menurutnya kelebihan daerah di kawasan Sekarkijang, terutama di pesisir selatan memiliki potensi kelautan yang cukup kuat dan pertambangan yang harus dimanfaatkan dengan benar karena pasir besi dan pertambangan lainnya yang tidak dikelola dengan baik dapat merusak lingkungan.
"Potensi galangan kapal, biota laut, dan pariwisata dimiliki seluruh daerah di kawasan Sekarkijang, sehingga perlu kerja sama antardaerah dan Pemerintah Provinsi Jatim untuk mengelola dengan baik potensi tersebut guna meningkatkan perekonomian," katanya.
Sementara Asisten Direktur Divisi Pengembangan Ekonomi BI Jatim Robi Ariadi mengatakan inflasi berkaitan erat dengan harga yang bisa didorong oleh penawaran dan produksi barang, namun sering kali terjadi surplus di daerah satu dan daerah lain mengalami defisit.
"Untuk itu perlu dilakukan kerja sama antardaerah untuk mengendalikan laju inflasi, sehingga daerah yang memiliki bahan pangan yang surplus bisa menyulpai daerah yang kekurangan, agar terjadi harga yang stabil," katanya.
Selain itu, rantai distribusi pangan yang terjadi di sektor pertanian cukup panjang yang sebagian besar dikuasai oleh para tengkulak, sehingga rantai tersebut memicu harga yang cukup tinggi di pasaran yang dapat menjadi faktor penyumbang inflasi.
"Dengan adanya kerja sama antardaerah, diharapkan dapat memutus mata rantai yang cukup panjang, sehingga harga barang bagus bagi petani dan di sisi lain dapat dijangkau oleh konsumen," ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat delapan kabupaten/kota yang melakukan perhitungan inflasi di Jawa Timur seluruhnya mengalami inflasi dengan inflasi bulanan tertinggi di Kota Probolinggo sebesar 0,31 persen, dan inflasi terendah di Kabupaten Sumenep 0,08 persen.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Saya tidak melihat satu daerah di Jatim tidak penting, sehingga semua daerah di Jatim memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan ekonomi nasional karena masing-masing daerah memiliki potensi yang cukup bagus," katanya, Rabu.
Hal itu dikatakan saat rapat koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) wilayah se-Keresidenan Besuki dan Lumajang (Sekarkijang) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jember.
Ia mengatakan BI Jember mengundang sejumlah organisasi perangkat daerah yang masuk dalam TPID di wilayah Kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi, dan Lumajang yang merupakan wilayah kerja Bank Indonesia Jember dalam rapat koordinasi TPID dengan mengambil tema "Mengendalikan Inflasi dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Sekarkijang.
Menurutnya kelebihan daerah di kawasan Sekarkijang, terutama di pesisir selatan memiliki potensi kelautan yang cukup kuat dan pertambangan yang harus dimanfaatkan dengan benar karena pasir besi dan pertambangan lainnya yang tidak dikelola dengan baik dapat merusak lingkungan.
"Potensi galangan kapal, biota laut, dan pariwisata dimiliki seluruh daerah di kawasan Sekarkijang, sehingga perlu kerja sama antardaerah dan Pemerintah Provinsi Jatim untuk mengelola dengan baik potensi tersebut guna meningkatkan perekonomian," katanya.
Sementara Asisten Direktur Divisi Pengembangan Ekonomi BI Jatim Robi Ariadi mengatakan inflasi berkaitan erat dengan harga yang bisa didorong oleh penawaran dan produksi barang, namun sering kali terjadi surplus di daerah satu dan daerah lain mengalami defisit.
"Untuk itu perlu dilakukan kerja sama antardaerah untuk mengendalikan laju inflasi, sehingga daerah yang memiliki bahan pangan yang surplus bisa menyulpai daerah yang kekurangan, agar terjadi harga yang stabil," katanya.
Selain itu, rantai distribusi pangan yang terjadi di sektor pertanian cukup panjang yang sebagian besar dikuasai oleh para tengkulak, sehingga rantai tersebut memicu harga yang cukup tinggi di pasaran yang dapat menjadi faktor penyumbang inflasi.
"Dengan adanya kerja sama antardaerah, diharapkan dapat memutus mata rantai yang cukup panjang, sehingga harga barang bagus bagi petani dan di sisi lain dapat dijangkau oleh konsumen," ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat delapan kabupaten/kota yang melakukan perhitungan inflasi di Jawa Timur seluruhnya mengalami inflasi dengan inflasi bulanan tertinggi di Kota Probolinggo sebesar 0,31 persen, dan inflasi terendah di Kabupaten Sumenep 0,08 persen.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018