Lamongan (Antaranews Jatim) - Calon gubernur di Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur (Pilkada Jatim) di hari pertama kampanye, Kamis, berkunjung ke sejumlah komunitas di Lamongan, Jawa Timur, salah satunya adalah merangkul para nelayan setempat.
"Kita memantau mereka, para nelayan, yang menggunakan alat tangkap cantrang, selama ini telah menyampaikan aspirasi di banyak tempat, termasuk sampai ke Ibu Kota Jakarta," katanya kepada wartawan, usai bertemu dengan nelayan di Kecamatan Brondong, Lamongan.
Dari pertemuan dengan nelayan setempat, Mantan Menteri Sosial itu memperoleh data produk tangkapan hasil lautnya ternyata cukup signifikan tak hanya bagi Provinsi Jawa Timur, melainkan juga bagi Indonesia.
"Karena ternyata nelayan Brondong ini juga berkontribusi bagi ekspor perikanan Indonesia," katanya.
Produk perikanan yang diekspor itu tentunya didapat menggunakan alat tangkap cantrang, yang sempat dilarang oleh pemerintah karena terbukti merusai biota laut, sebelum kemudian diperbolehkan kembali dengan batasan-batasan tertentu.
"Dari hasil perbincangan dengan nelayan tadi, ternyata alat tangkap cantrang yang digunakan di sini semuanya berukuran 30 gross ton dan itu masih diperbolehkan oleh Menteri Susi setelah merevisi kebijakannya belum lama lalu. Yang tidak diperbolehkan adalah cantrang berukuran di atas 100 gross ton," ujarnya.
Seluruhnya terdapat 80 alat tangkap cantrang berukuran 30 gross ton milik kelompok nelayan di Kecamatan Brondong, Lamongan.
Dalam kesempatan itu, Khofifah juga mendengar keluhan nelayan dan masyarakat non nelayan di kawasan Brondong saat pemerintah belum merevisi kebijakan penggunaan cantrang.
"Ada efek domino saat kebijakan awal seluruh jenis cantrang dilarang. Karena satu cantrang berukuran 30 gross ton ini ternyata melibatkan 50 tenaga kerja perempuan untuk memilah jenis-jenis dan ukuran ikan yang berhasil ditangkap. Jika terdapat 80 cantrang di Kecamatan Brondong, berarti ada sekitar 4 ribu perempuan yang mengangur saat awal seluruh jenis cantrang dilarang oleh pemerintah," katanya.
Belum lagi warung-warung juga terkena dampak dan harus tutup selama nelayan tidak diperbolehkan menggunakan cantrang.
Menurut Khofifah, pertemuan dengan nelayan Brondong adalah bagian dari navigasi programnya yang akan dijalankan jika terpilih menjadi Gubernur Jatim. Mengingat dispensasi penggunaan cantrang bagi nelayan Indonesia adalah bersifat sementara hingga pemerintah memperoleh solusi penggantinya yang lebih ramah lingkungan.
"Dari hasil dialog hari ini, kami akan mencari solusi bagaimana para nelayan agar tetap bisa melaut, habitat laut terlindungi, dan masyarakat di sekitarnya juga bisa hidup. Ini sebetulnya kita harus membangun simbiosis mutualisme. Regulasi yang ada juga harus dapat menjawab kebutuhan tanpa merusak lingkungan laut," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Kita memantau mereka, para nelayan, yang menggunakan alat tangkap cantrang, selama ini telah menyampaikan aspirasi di banyak tempat, termasuk sampai ke Ibu Kota Jakarta," katanya kepada wartawan, usai bertemu dengan nelayan di Kecamatan Brondong, Lamongan.
Dari pertemuan dengan nelayan setempat, Mantan Menteri Sosial itu memperoleh data produk tangkapan hasil lautnya ternyata cukup signifikan tak hanya bagi Provinsi Jawa Timur, melainkan juga bagi Indonesia.
"Karena ternyata nelayan Brondong ini juga berkontribusi bagi ekspor perikanan Indonesia," katanya.
Produk perikanan yang diekspor itu tentunya didapat menggunakan alat tangkap cantrang, yang sempat dilarang oleh pemerintah karena terbukti merusai biota laut, sebelum kemudian diperbolehkan kembali dengan batasan-batasan tertentu.
"Dari hasil perbincangan dengan nelayan tadi, ternyata alat tangkap cantrang yang digunakan di sini semuanya berukuran 30 gross ton dan itu masih diperbolehkan oleh Menteri Susi setelah merevisi kebijakannya belum lama lalu. Yang tidak diperbolehkan adalah cantrang berukuran di atas 100 gross ton," ujarnya.
Seluruhnya terdapat 80 alat tangkap cantrang berukuran 30 gross ton milik kelompok nelayan di Kecamatan Brondong, Lamongan.
Dalam kesempatan itu, Khofifah juga mendengar keluhan nelayan dan masyarakat non nelayan di kawasan Brondong saat pemerintah belum merevisi kebijakan penggunaan cantrang.
"Ada efek domino saat kebijakan awal seluruh jenis cantrang dilarang. Karena satu cantrang berukuran 30 gross ton ini ternyata melibatkan 50 tenaga kerja perempuan untuk memilah jenis-jenis dan ukuran ikan yang berhasil ditangkap. Jika terdapat 80 cantrang di Kecamatan Brondong, berarti ada sekitar 4 ribu perempuan yang mengangur saat awal seluruh jenis cantrang dilarang oleh pemerintah," katanya.
Belum lagi warung-warung juga terkena dampak dan harus tutup selama nelayan tidak diperbolehkan menggunakan cantrang.
Menurut Khofifah, pertemuan dengan nelayan Brondong adalah bagian dari navigasi programnya yang akan dijalankan jika terpilih menjadi Gubernur Jatim. Mengingat dispensasi penggunaan cantrang bagi nelayan Indonesia adalah bersifat sementara hingga pemerintah memperoleh solusi penggantinya yang lebih ramah lingkungan.
"Dari hasil dialog hari ini, kami akan mencari solusi bagaimana para nelayan agar tetap bisa melaut, habitat laut terlindungi, dan masyarakat di sekitarnya juga bisa hidup. Ini sebetulnya kita harus membangun simbiosis mutualisme. Regulasi yang ada juga harus dapat menjawab kebutuhan tanpa merusak lingkungan laut," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018