Banyuwangi (Antaranews Jatim) - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) kembali menetapkan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Kabupaten Banyuwangi sebagai yang terbaik se-Indonesia dengan nilai A.
Keterangan tertulis Pemkab Banyuwangi, Rabu menyebutkan, ini merupakan tahun kedua Banyuwangi mendapat nilai A, sekaligus menjadi kabupaten pertama dan satu-satunya di Indonesia yang menyabet nilai A.
Menteri PAN-RB Asman Abnur menyerahkan hasil evaluasi SAKIP tersebut kepada Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dalam suatu acara di Bali, Rabu.
"Selamat untuk Banyuwangi. Kami menilai Banyuwangi memang mampu berubah, jadi akuntabilitas bukan sekadar administratif, tapi ada dampaknya ke masyarakat, yaitu peningkatan ekonomi. Karena dalam SAKIP ini kita ukur outcomes-nya, bukan cuma tertib administrasi saja," kata Asman Abnur.
Bupati Azwar Anas berterima kasih kepada Kemenpan-RB atas penilaian positif terhadap kinerja akuntabilitas Banyuwangi.
Anas menambahkan, kini paradigma penyelenggaraan pemerintahan harus digeser. "Dari prinsip good governance semata, dari pelaporan administratif semata, menjadi pemerintahan yang berdampak ke publik," ujarnya.
Menurut Anas, tidak bisa lagi program pembangunan digarap seperti terdahulu yang cuma membagi program merata ke dinas/badan. Yang harus dilakukan adalah menetapkan tujuan terlebih dahulu yang kemudian diterjemahkan ke program turunan.
"Yang utama itu tujuan. Kita mau apa sih ke depan untuk menjawab masalah di lapangan, outcomes-nya apa, lalu susun indikator-indikatornya. Dari situ baru bikin program. Jadi urut-urutannya seperti itu, sehingga program menjadi jelas dan berbasis kebutuhan publik," ujar Anas.
Dengan desain seperti itu, maka pengelolaan anggaran berubah dari sekadar alokasi tahunan rutin ke dinas/badan menjadi terintegrasi dengan perencanaan, kebutuhan masyarakat, dan indikator kinerja.
"Belanja pemerintah ini perlu diefektifkan karena sangat terbatas dibanding seluruh kebutuhan publik. Maka pilih yang paling berdampak ke masyarakat," kata Anas.
Karena itu, pengelolaan anggaran di Banyuwangi tidak lagi menggunakan paradigma pada berapa anggaran yang disiapkan dan diserap, tapi seberapa besar kinerja yang dihasilkan.
Anas mencontohkan program pengembangan wisata dengan penataan Pantai Watudodol di utara Banyuwangi.
"Tujuannya jelas, bikin pusat pertumbuhan ekonomi baru di utara yang dekat pelabuhan penyeberangan ke Bali yang memang ada problem kemiskinan, kita ingin cegat arus wisatawan ke Bali yang puluhan juta setahun untuk mampir di sana, belanja menguntungkan masyarakat," tutur Anas.
Contoh lain, kata Anas, di bidang pertanian yang fokus peningkatan produksi. Berbagai program bisa membuat produksi gabah kering Banyuwangi 2017 mencapai 817.512 ton setara beras 512.907 ton. Adapun kebutuhan beras konsumsi warga hanya 152.267 ton, sehingga surplus 360.640 ton.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Keterangan tertulis Pemkab Banyuwangi, Rabu menyebutkan, ini merupakan tahun kedua Banyuwangi mendapat nilai A, sekaligus menjadi kabupaten pertama dan satu-satunya di Indonesia yang menyabet nilai A.
Menteri PAN-RB Asman Abnur menyerahkan hasil evaluasi SAKIP tersebut kepada Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dalam suatu acara di Bali, Rabu.
"Selamat untuk Banyuwangi. Kami menilai Banyuwangi memang mampu berubah, jadi akuntabilitas bukan sekadar administratif, tapi ada dampaknya ke masyarakat, yaitu peningkatan ekonomi. Karena dalam SAKIP ini kita ukur outcomes-nya, bukan cuma tertib administrasi saja," kata Asman Abnur.
Bupati Azwar Anas berterima kasih kepada Kemenpan-RB atas penilaian positif terhadap kinerja akuntabilitas Banyuwangi.
Anas menambahkan, kini paradigma penyelenggaraan pemerintahan harus digeser. "Dari prinsip good governance semata, dari pelaporan administratif semata, menjadi pemerintahan yang berdampak ke publik," ujarnya.
Menurut Anas, tidak bisa lagi program pembangunan digarap seperti terdahulu yang cuma membagi program merata ke dinas/badan. Yang harus dilakukan adalah menetapkan tujuan terlebih dahulu yang kemudian diterjemahkan ke program turunan.
"Yang utama itu tujuan. Kita mau apa sih ke depan untuk menjawab masalah di lapangan, outcomes-nya apa, lalu susun indikator-indikatornya. Dari situ baru bikin program. Jadi urut-urutannya seperti itu, sehingga program menjadi jelas dan berbasis kebutuhan publik," ujar Anas.
Dengan desain seperti itu, maka pengelolaan anggaran berubah dari sekadar alokasi tahunan rutin ke dinas/badan menjadi terintegrasi dengan perencanaan, kebutuhan masyarakat, dan indikator kinerja.
"Belanja pemerintah ini perlu diefektifkan karena sangat terbatas dibanding seluruh kebutuhan publik. Maka pilih yang paling berdampak ke masyarakat," kata Anas.
Karena itu, pengelolaan anggaran di Banyuwangi tidak lagi menggunakan paradigma pada berapa anggaran yang disiapkan dan diserap, tapi seberapa besar kinerja yang dihasilkan.
Anas mencontohkan program pengembangan wisata dengan penataan Pantai Watudodol di utara Banyuwangi.
"Tujuannya jelas, bikin pusat pertumbuhan ekonomi baru di utara yang dekat pelabuhan penyeberangan ke Bali yang memang ada problem kemiskinan, kita ingin cegat arus wisatawan ke Bali yang puluhan juta setahun untuk mampir di sana, belanja menguntungkan masyarakat," tutur Anas.
Contoh lain, kata Anas, di bidang pertanian yang fokus peningkatan produksi. Berbagai program bisa membuat produksi gabah kering Banyuwangi 2017 mencapai 817.512 ton setara beras 512.907 ton. Adapun kebutuhan beras konsumsi warga hanya 152.267 ton, sehingga surplus 360.640 ton.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018