Jember (Antara) - Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (SEPAHAM) Indonesia mendesak Polri untuk mengungkap dan menangkap aktor intelektual penyerangan kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Jakarta.
"Kami mendesak Presiden untuk memerintahkan Kapolri segera memproses hukum atas tindakan intimidasi,, termasuk menangkap aktor intelektual dibalik provokasi massa itu," kata Ketua SEPAHAM Indonesia Al Khanif PhD di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu.
Menurutnya terjadi represi dan intimidasi di gedung LBH Jakarta dan YLBHI yang merupakan gedung simbol perjuangan HAM dan rumah bagi rakyat kecil yang meminta perlindungan hukum pada 16-17 September 2017.
"Rencana penyelenggaraan seminar pelurusan sejarah 1965 yang digagas sejumlah elemen masyarakat sipil yakni sebuah seminar yang dilakukan untuk mendialogkan kesejarahan seputar peristiwa kejahatan serius setelah 1 Oktober 1965, namun seminar dibubarkan paksa disertai penggerebekan oleh polisi, setelah sebelumnya memblokade siapapun yang akan masuk ke gedung pada Sabtu (16/9)," katanya.
Sebaliknya, polisi tampak membiarkan sejumlah organisasi massa (ormas) yang berorasi di depan gedung dan represi berlanjut pada hari berikutnya saat sejumlah elemen masyarakat sipil terutama seniman menyelenggarakan kegiatan berkesenian "AsikAsikAksi" untuk menyampaikan solidaritas dan keprihatinan atas represi yang dilakukan polisi dan intimidasi dari massa.
"Kegiatan yang awalnya aman, menjadi tegang setelah sejumlah massa muncul di depan LBH/YLBHI dan mulai melakukan intimidasi dengan menuduh kegiatan tersebut sebagai pertemuan Partai Komunis Indonesia (PKI)," tuturnya.
Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah massa, lanjutnya, kekacauan tidak terhindarkan yang berujung pada kerusuhan oleh massa aksi yang membawa identitas Islam menutup jalan masuk maupun keluar gedung LBH/YLBHI.
"Peristiwa dua hari itu menegaskan lagi rentannya penegakan dan penghormatan terhadap hak-hak dasar warga negara yang dijamin dalam konstitusi. Pasal 28E Undang-undang Dasar menjamin hak setiap orang untuk bebas berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat," ucap akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember itu.
Al Khanif mengatakan kegiatan yang dilakukan di gedung LBH/YLBHI merupakan praktik berdemokrasi yang dilindungi oleh konstitusi Indonesia, namun sebaliknya, represi dan intimidasi terhadap kelompok masyarakat yang menggunakan haknya tersebut, apalagi disertai dengan kekerasan dan anarki seperti yang dilakukan oleh massa di luar gedung YLBI justru secara terbuka melawan demokrasi dan UUD 1945.
"Kekacauan yang ditimbulkan massa tersebut sifatnya sangat sistematis dan terstruktur, sebagaimana terlihat dari rangkaian pesan-pesan di sosial media yang viral dan memang ditujukan untuk membuat kerusuhan," tuturnya.
Ia menuturkan SEPAHAM berharap Presiden Joko Widodo memenuhi komitmennya dalam hal pemenuhan HAM sesuai yang dijanjikan pada saat kampanye dan juga dirumuskan dalam nawacita, termasuk untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM pada kejahatan 1965.
"Kami berharap Presiden memenuhi komitmen nawacitanya untuk HAM termasuk menjamin kebebasan warga negara mengeluarkan pendapat dan berkumpul, serta mendukung upaya-upaya pengungkapan kebenaran untuk kasus 1965," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, SEPAHAM juga mendesak Kapolri untuk bekerja lebih profesional dan berintegritas, agar tidak ada lagi pembiaran kekerasan, dan tidak ragu menegakkan hukum atas tindakan intimidasi dan persekusi di Indonesia.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017