Malang, (Antara Jatim) - Ratusan pedagang yang menempati lokasi penampungan sementara di Merjosari, Kota Malang, menolak pindah ke pasar yang baru dibangun, yakni Pasar Terpadu Dinoyo (PTD) karena bangunan pasar baru dinilai tidak layak.
Sesuai ketentuan dari Pemkot Malang, Rabu (5/4) merupakan batas akhir pedagang menempati pasar penampungan di Merjosari. Mereka harus pindah ke PTD dan Pasar Merjosari harus dikosongkan karena akan dibongkar pada hari yang sama. Akan tetapi, pedagang menolak pindah dengan menggelar unjuk rasa.
"Tempat berjualan (kios/lapak) di PTD terlalu kecil, akses antarkios sangat sempit sehingga menyusahkan konsumen, serta bangunan atap terlalu rendah. Karena kondisi bangunan yang tidak layak itulah kami menolak untuk pindah," kata Koordinator Perwakilan Pedagang Pasar Dinoyo Sabil El Achsan di sela aksi penolakan di kawasan Pasar Merjosari, Kota Malang, Jawa Timur, Rabu.
Sebagian besar pedagang, lanjutnya, menginginkan Dinas Persagangan meninjau ulang pelaksanaan pembangunan PTD agar disesuaikan dengan perjanjian kerja sama (PKS), terutama terkait kondisi bangunan dan fasilitas umum yang ada di PTD.
Sementara itu, ratusan pedagang yang menggelar unjuk rasa dijaga ketat personel TNI dan Polri, serta Satpol PP. Petugas keamanan tersebut sedianya akan mengawal proses evakuasi perpindahan pedagang ke PTD maupun pembongkaran kantor UPT Pasar Merjosari.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Malang Wahyu Setianto mengaku saat ini pihaknya belum melakukan pembongkaran karena kondisi dan situasi di lapangan masih memanas. "Kami berupaya menghindari konflik. Kami tunggu sampai suasana reda (dingin) agar tetap kondusif sesuai arahan Wali Kota," urainya.
Wahyu mengatakan saat ini pihaknya menunggu suasana kembali tenang dan terus melakukan koordinasi serta pembahasan dan arahan dari Polresta Malang, bagaimana sebaiknya agar suasana tetap kondusif dan pembongkaran bisa tetap dilakukan.
Namun demikian, lanjutnya, pihaknya akan tetap tegas kepada pedagang dan saat ini pihaknya berkosentrasi memindahkan pedagang dari Pasar Merjosari ke PTD. Selanjutnya, melakukan pembongkaran lapak-lapak yang sudah kosong.
"Kondisi ini sudah cukup lama dan pemkot selau memberikan toleransi serta mediasi. Kami sudah sering melakukan mediasi. Dan, kali ini tidak ada lagi mediasi maupun toleransi terhadap pedagang yang menolak pindah," ujarnya.
Menurut Wahyu, sebagian besar pedagang yang menolak pindah itu adalah para pedagang kaki lima (PKL). Sedangkan para pedagang resmi sebagian besar bersedia pindah, bahkan sudah banyak yang menempati kiosnya di PTD.
"Memang masih ada saja para pedagang resmi dan sudah memiliki kios di PTD yang enggan pindah karena ada kekhawatiran kios yang mereka tinggalkan di Merjosari akan ditempati orang lain. Oleh karena itu, begitu pedagang pindah, kami langsung melakukan pembongkaran lapak," ujarnya.
Polemik Pasar Dinoyo terjadi sejak awal rencana pembangunan dengan alasan modernisasi agar pasar tradisional tidak kumuh lagi pada tahun 2009. Sejak pembuatan site plan hingga pembangunan pasar tuntas, polemik tersebut tidak kunjung selesai.
Pedagang menilai jika bangunan pasar yang baru (PTD) tidak sesuai spek dan site plan yang telah disepakati, bahkan ketika Komisi C DPRD KOta Malang melakukan kunjungan ke PTD, bangunan pasar itu juga dinilai tidak layak karena minimnya fasilitas umum maupun akses bagi pedagang dan konsumen.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
Sesuai ketentuan dari Pemkot Malang, Rabu (5/4) merupakan batas akhir pedagang menempati pasar penampungan di Merjosari. Mereka harus pindah ke PTD dan Pasar Merjosari harus dikosongkan karena akan dibongkar pada hari yang sama. Akan tetapi, pedagang menolak pindah dengan menggelar unjuk rasa.
"Tempat berjualan (kios/lapak) di PTD terlalu kecil, akses antarkios sangat sempit sehingga menyusahkan konsumen, serta bangunan atap terlalu rendah. Karena kondisi bangunan yang tidak layak itulah kami menolak untuk pindah," kata Koordinator Perwakilan Pedagang Pasar Dinoyo Sabil El Achsan di sela aksi penolakan di kawasan Pasar Merjosari, Kota Malang, Jawa Timur, Rabu.
Sebagian besar pedagang, lanjutnya, menginginkan Dinas Persagangan meninjau ulang pelaksanaan pembangunan PTD agar disesuaikan dengan perjanjian kerja sama (PKS), terutama terkait kondisi bangunan dan fasilitas umum yang ada di PTD.
Sementara itu, ratusan pedagang yang menggelar unjuk rasa dijaga ketat personel TNI dan Polri, serta Satpol PP. Petugas keamanan tersebut sedianya akan mengawal proses evakuasi perpindahan pedagang ke PTD maupun pembongkaran kantor UPT Pasar Merjosari.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Malang Wahyu Setianto mengaku saat ini pihaknya belum melakukan pembongkaran karena kondisi dan situasi di lapangan masih memanas. "Kami berupaya menghindari konflik. Kami tunggu sampai suasana reda (dingin) agar tetap kondusif sesuai arahan Wali Kota," urainya.
Wahyu mengatakan saat ini pihaknya menunggu suasana kembali tenang dan terus melakukan koordinasi serta pembahasan dan arahan dari Polresta Malang, bagaimana sebaiknya agar suasana tetap kondusif dan pembongkaran bisa tetap dilakukan.
Namun demikian, lanjutnya, pihaknya akan tetap tegas kepada pedagang dan saat ini pihaknya berkosentrasi memindahkan pedagang dari Pasar Merjosari ke PTD. Selanjutnya, melakukan pembongkaran lapak-lapak yang sudah kosong.
"Kondisi ini sudah cukup lama dan pemkot selau memberikan toleransi serta mediasi. Kami sudah sering melakukan mediasi. Dan, kali ini tidak ada lagi mediasi maupun toleransi terhadap pedagang yang menolak pindah," ujarnya.
Menurut Wahyu, sebagian besar pedagang yang menolak pindah itu adalah para pedagang kaki lima (PKL). Sedangkan para pedagang resmi sebagian besar bersedia pindah, bahkan sudah banyak yang menempati kiosnya di PTD.
"Memang masih ada saja para pedagang resmi dan sudah memiliki kios di PTD yang enggan pindah karena ada kekhawatiran kios yang mereka tinggalkan di Merjosari akan ditempati orang lain. Oleh karena itu, begitu pedagang pindah, kami langsung melakukan pembongkaran lapak," ujarnya.
Polemik Pasar Dinoyo terjadi sejak awal rencana pembangunan dengan alasan modernisasi agar pasar tradisional tidak kumuh lagi pada tahun 2009. Sejak pembuatan site plan hingga pembangunan pasar tuntas, polemik tersebut tidak kunjung selesai.
Pedagang menilai jika bangunan pasar yang baru (PTD) tidak sesuai spek dan site plan yang telah disepakati, bahkan ketika Komisi C DPRD KOta Malang melakukan kunjungan ke PTD, bangunan pasar itu juga dinilai tidak layak karena minimnya fasilitas umum maupun akses bagi pedagang dan konsumen.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017