Malang, (Antara Jatim) - Wali Kota Malang Moch Anton membantah telah melakukan pemaksaan, apalagi melakukan langkah-langkah represif terhadap pedagang agar segera pindah dari area pasar penampungan di Merjosari ke Pasar Terpadu Dinoyo.
"Kami sama sekali tidak melakukan langlah-langkah represif terhadap pedagang, apalagi menginstruksikan untuk pengosongan pasar. Kami justru melakukan dan menunjukkan langkah persuasif dan berkoordiansi dengan pihak-pihak terkain lainnya," kata Moch Anton di Malang, Jawa Timur, Kamis.
Menurut dia, penghentian penarikan retribusi harian kepada pedagang tersebut bukan bentuk pemaksaan agar mereka segera pindah ke pasar yang baru, justru langkah yang diambil pemkot merupakan tindakan persuasif, tanpa ada kekerasan.
Ia mengatakan sebenarnya instruksi pengosongan pasar penampungan di Merjosari merupakan wewenang Pemkot Malang, namun pemkot tidak melakukan tindakan gegabah dengan memaksakan pengosongan pasar penampungan. "Bisa saja kami emmaksa pedagang, tapi itu tidak kami lakukan, sebab mereka adalah masyarakat kita juga," urainya.
Akan tetapi, lanjutnya, pihaknya tetap melakukan sosialisasi dan pemberitahuan sejak jauh hari kepada pedagang. Sedangkan proses pengosongan akan kami serahkan kepada aparat.
Menyinggung adanya penumpukan sampah di pasar penampungan Merjosari dalam beberapa hari terakhir akibat dihentikannya tarika retribusi dan petugas tidak mau mengangkut sampah, Anton mengatakan langkah yang diambil Dinas Pasar sudah sesuai dengan peraturan hukum. Sehingga, pedagang diharapkan mampu mengambil keputusan secara lebih bijak lagi.
"Nanti pengadilan yang akan menentukan secara hukum. Pemerintah dalam hal ini tidak sedikitpun memaksa pedagang. Namun, jika pemerintah menyetujui tuntutan pedagang untuk menjadikan Merjosari sebagai pasar tetap, tentu akan berproses sangat panjang," paparnya.
Selain itu, katanya, ada banyak perubahan yangharus dilakukan. Mulai dari tata ruang perkotaan sampai dengan peraturan daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Padahal, proses perubahan itu tidak mudah dan tidak semudah membalik telapak tangan.
Para pedagang di pasar penampungan Merjosari tidak mau pindah atau kembali lagi ke Pasar Dinoyo setelah dilakukan renovasi (modernisasi) karena bangunan pasar yang baru tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama, seperti tinggi bangunan yang seharusnya 3 meter, hanya dibangun 2,8 meter, ventilasi udara dan cahaya kurang bagus, serta akses toilet yang kurang memadai.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Kami sama sekali tidak melakukan langlah-langkah represif terhadap pedagang, apalagi menginstruksikan untuk pengosongan pasar. Kami justru melakukan dan menunjukkan langkah persuasif dan berkoordiansi dengan pihak-pihak terkain lainnya," kata Moch Anton di Malang, Jawa Timur, Kamis.
Menurut dia, penghentian penarikan retribusi harian kepada pedagang tersebut bukan bentuk pemaksaan agar mereka segera pindah ke pasar yang baru, justru langkah yang diambil pemkot merupakan tindakan persuasif, tanpa ada kekerasan.
Ia mengatakan sebenarnya instruksi pengosongan pasar penampungan di Merjosari merupakan wewenang Pemkot Malang, namun pemkot tidak melakukan tindakan gegabah dengan memaksakan pengosongan pasar penampungan. "Bisa saja kami emmaksa pedagang, tapi itu tidak kami lakukan, sebab mereka adalah masyarakat kita juga," urainya.
Akan tetapi, lanjutnya, pihaknya tetap melakukan sosialisasi dan pemberitahuan sejak jauh hari kepada pedagang. Sedangkan proses pengosongan akan kami serahkan kepada aparat.
Menyinggung adanya penumpukan sampah di pasar penampungan Merjosari dalam beberapa hari terakhir akibat dihentikannya tarika retribusi dan petugas tidak mau mengangkut sampah, Anton mengatakan langkah yang diambil Dinas Pasar sudah sesuai dengan peraturan hukum. Sehingga, pedagang diharapkan mampu mengambil keputusan secara lebih bijak lagi.
"Nanti pengadilan yang akan menentukan secara hukum. Pemerintah dalam hal ini tidak sedikitpun memaksa pedagang. Namun, jika pemerintah menyetujui tuntutan pedagang untuk menjadikan Merjosari sebagai pasar tetap, tentu akan berproses sangat panjang," paparnya.
Selain itu, katanya, ada banyak perubahan yangharus dilakukan. Mulai dari tata ruang perkotaan sampai dengan peraturan daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Padahal, proses perubahan itu tidak mudah dan tidak semudah membalik telapak tangan.
Para pedagang di pasar penampungan Merjosari tidak mau pindah atau kembali lagi ke Pasar Dinoyo setelah dilakukan renovasi (modernisasi) karena bangunan pasar yang baru tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama, seperti tinggi bangunan yang seharusnya 3 meter, hanya dibangun 2,8 meter, ventilasi udara dan cahaya kurang bagus, serta akses toilet yang kurang memadai.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016