Tulungagung (Antara Jatim) - Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mengakui hingga saat ini masih ada kasus balita dengan kualitas gizi kurang atau kurang gizi di daerah tersebut.
    
"Saya lupa jumlahnya berapa, yang pasti ada. Tapi itu bukan berarti gizi buruk," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung Gatot DP Poerwanto di Tulungagung, Sabtu.
    
Jawaban itu disampaikan Gatot saat dikonfirmasi wartawan terkait adanya salah seorang balita usia 4,5 tahun dengan bobot hanya 10 kilogram yang diduga akibat gizi buruk.
    
Menurut Gatot, ketidakseimbangan antara usia balita dengan berat badan tidak selalu bisa disimpulkan sebagai kasus gizi buruk.
    
"Sebenarnya kami sudah deteksi, yakni gizi kurang. Ketika itu ditemukan langsung intervensi sehingga tak meningkat ke gizi buruk. Kondisi anak sendiri bisa dilihat dari berat badan," ujarnya.
    
Gatot menegaskan, hingga saat ini belum ada kasus gizi buruk di Tulungagung.
    
Gatot mengatakan, sejauh ini dinkes belum mendapat laporan resmi dari puskesmas yang tersebar di 19 kecamatan terkait kasus tersebut.
    
"Kalau gizi kurang memang masih ada, namun berapa jumlahnya saya tak hafal detailnya, bisa lihat ke bagian kesga (kesehatan keluarga)," ujarnya.
    
Kasus balita dengan bobot abnormal ditemukan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Karangrejo atas nama Rahma Nur Ariyani.
    
Di usianya yang menginjak 4,5 tahun, pihak keluarga mengatakan berat badan Rahma Nur Ariyani hanya 10 kilogram, jauh di bawah bobot ideal balita di usia yang sama, yakni sekitar 17 kilogram.
    
"Pertumbuhan Ariyani selama ini memang lambat. Dulu lahir prematur pada 2011 dengan bobot hanya 1,7 kilogram dan baru bisa jalan pada usia tuga tahun," tutur Arif Suyanto, ayah Ramha Nur Ariyani.
    
Gatot mengaku belum mendapat laporan detail soal kasus yang dialami balita Rahma Nur Ariyani di Desa Tulungrejo, Kecamatan Karangrejo tersebut.
    
Namun ia mencoba menjelaskan penyebab lambatnya pertumbuhan sejumlah balita akibat tidak mendapat asupan gizi yang sesuai usiannya, sehingga berdampak mengalami masalah kekurangan gizi.
    
"Kurang gizi bisa ditandai dengan badan yang kurus, karena berat badannya kurang untuk anak seusianya," kata Gatot.
    
Terlepas dari masalah genetik, lanjut dia, tubuh balita kurang gizi biasanya lebih pendek dibanding anak lain seusianya.
    
"Jika masalah kekurangan gizi ini tidak segera diatasi, anak akan mengalami masalah gizi buruk," ujarnya.
    
Menurut Gatot, anak bergizi buruk lebih mudah terlihat karena gizi buruk ini sangat mempengaruhi fisiknya.
    
Ia menjelaskan, gizi buruk dibagi menjadi dua jenis, yaitu marasmus dan kwasiorkor.
    
Penderita marasmus ini ditandai dengan tubuh yang sangat kurus, sehingga tulang-tulangnya sangat menonjol, kata Gatot.
    
"Ibaratnya, hanya tinggal tulang berbalut kulit saja. Sedangkan penderita kwasiorkor memiliki perut yang buncit dan kaki yang membengkak. Biasanya hal ini disebabkan karena anak kekurangan protein," paparnya. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016