Diakui atau tidak, keberadaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia saat ini semakin minim dan berkurang, karena itu masyarakat dituntut menjadi bijak, berhemat, dan cermat dalam penggunaan BBM.

Tak hanya berdiam diri dan mengutuk kebijakan soal BBM, mahasiswi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), Cynthia Widjaja, membuat sebuah inovasi baru yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Dengan memanfaatkan kulit buah nangka, mahasiswi Jurusan Teknik Kimia itu menyulapnya menjadi bahan bakar yang memiliki manfaat yaitu bio-oil.

"Awalnya, kulit buah nangka itu dicuci, lalu dijemur hingga kering. Setelah dikeringkan, kulit buah nangka tersebut dipotong menjadi beberapa bagian lalu di-blender hingga menjadi serbuk," ucapnya.

Setelah itu, serbuk tersebut dibakar tanpa keberadaan oksigen ke dalam reaktor pirolisis hingga menghasilkan produk gas dan padat.

"Produk gas tersebut kemudian didinginkan menggunakan kondensor hingga menghasilkan sebuah cairan yang bernama bio-oil," tutur Cynthia yang sangat menggemari kimia sejak SMA itu.

Tak hanya itu, bio-oil masih diolah kembali untuk dimurnikan melalui proses adsorbsi. "Proses pemurnian itu bertujuan mengurangi kadar air yang terkandung dalam bio-oil," katanya.

Dalam proses adsorbsi itu, peraih IPK 3,95 itu juga memakai beberapa bahan tambahan yaitu batu zeolit dan silica gel. Kedua bahan tersebut memiliki sifat mudah menyerap air.

"Tahap terakhir dalam proses adsorbsi tersebut adalah proses pemisahan dan penyaringan bio-oil dengan kedua bahan tersebut," kata Cynthia sempat berkunjung ke Taiwan untuk mengikuti Student Exchange itu.

Dengan proses adsorbsi itu,  anak kedua dari tiga bersaudara itu ingin membandingkan metode dan hasil mana yang lebih baik dan sesuai dengan keinginan.

"Hasil akhir dari bio-oil yang sudah dimurnikan itu sudah memenuhi standar sebagai pengganti bahan bakar untuk alat industri,"  ujar mahasiswi yang juga pernah menjadi juara kedua dalam TICA Award dan mewakili tim untuk mempresentasikan hasil karyanya di Jepang.

    
Pengganti Lemak

Tidak hanya Cynthia, ada pula mahasiswa UKWMS yang meneliti Sambiloto untuk melawan Pneumonia, Kacang Merah untuk menggantikan lemak, Putri Malu menangkal Infeksi, dan sebagainya.

Adalah Margareta Advista Grantiva yang merupakan mahasiswi Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) yang juga aktivis dalam bidang bakti sosial, Paduan Suara Mahasiswa Cantate Domino, dan Badan Eksekutif Mahasiswa.

Namun, banyaknya kegiatan tidak membuat Vista lupa akan tanggung jawabnya menyelesaikan kuliah, bahkan ia juga bergabung dalam penelitian mengenai pengembangan kacang merah kukus sebagai fat replacer (pengganti lemak) pada pembuatan cake beras rendah lemak.

Di bawah arahan dosen pembimbing Anita Maya Suteja STP., M.Si. dan Chatarina Yayuk Trisnawati, STP., MP., Vista memilih tugas utama dengan topik "Pengaruh Metode Oven dan Sangrai pada Penepungan Kacang Merah Kukus terhadap Karakteristik Tepung dan Cake Beras Rendah Lemak".

Cake dengan menggunakan tepung beras untuk menggantikan tepung terigu itu dapat dikonsumsi oleh penderita gluten intolerance.

"Gluten intolerance merupakan suatu kondisi seseorang tidak dapat mengonsumsi protein dari tepung terigu," katanya.

Menurut dia, masyarakat sudah menyadari bahaya lebih berlebih dan kacang merah adalah salah satu bahan yang dapat menggantikan lemak (margarin) pada pembuatan cake.

Penelitian sebelumnya telah banyak membahas mengenai karakteristik cake beras rendah lemak dengan menggunakan kacang merah kukus sebagai fat replacer.

Namun, penggunaan kacang merah kukus ini dirasa masih kurang praktis dalam preparasinya, karena kacang merah kukus memiliki kadar air yang tinggi sehingga harus digunakan dalam keadaan fresh dan tidak dapat disimpan.

"Salah satu solusinya adalah menepungkan kacang merah kukus (menjadikan kacang merah sebagai tepung). Saya memilih metode sangrai dan oven sebagai metode pengeringan pada proses penepungan karena kedua metode ini banyak dan mudah dilakukan masyarakat," katanya.

Kedua metode pengeringan yaitu metode oven dan sangrai tidak menghasilkan banyak perbedaan pada penerimaan cake yang dihasilkan.

Hanya saja, cake beras dengan penggunaan tepung kacang merah dengan metode sangrai lebih lembut bila dimakan dikarenakan kadar airnya yang lebih tinggi.

"Itu karena suhu yang lebih tinggi pada metode sangrai akan membuat tingkat gelatinisasi pati (pembengkakan granula atau butir-butir pati) yang lebih tinggi, sehingga semakin banyak air yang dapat diperangkap dan dipertahankan selama pemanggangan," katanya.

Meskipun tidak terlalu moist (lembab) seperti cake berlemak pada umumnya, cake beras rendah lemak yang dibuat Vista dan kedua temannya, mendapatkan juara pertama pada ajang National Undergraduate Paper Competiton di Universitas Pelita Harapan Jakarta 2014.

    
Melawan Pneumonia-Infeksi

Pneumonia atau biasa disebut radang paru-paru merupakan penyakit yang mematikan bagi anak-anak di Indonesia. Jumlah kematian anak-anak karena radang paru-paru menduduki peringkat kedua di Indonesia.

Dari data tersebut, mahasiswa Fakultas Farmasi, UKWMS, Mickey Samalo membuat penelitian tentang bakteri yang terdapat di radang paru-paru.

"Yang saya teliti ini sebenarnya untuk menguji dua tanaman agar mampu membunuh salah satu bakteri yang ada di radang paru-paru," ujar pria 21 tahun yang bercita-cita menjadi apoteker tersebut.

Tanaman yang digunakan memiliki perbedaan dari jenis dan asalnya. Pertama, tanaman Sambiloto yang merupakan tanaman asli dari Indonesia. Kedua, tanaman Echinacea dari Amerika, namun tanaman ini mulai dibudidayakan di Indonesia.

Bakteri yang dijadikan penelitian oleh Mickey merupakan bakteri yang susah diobati, yaitu Pseudomonas aeruginosa. Bakteri ini menjadi ganas apabila terdapat bakteri lain yang sejenis.

Hal ini disebabkan bakteri ini tergolong bakteri berkelompok. Berbeda dengan bakteri tunggal, yang dapat berkembang atau memperparah radang paru-paru tanpa berkelompok.

Penelitian yang dilakukan pun memiliki hasil yang cukup membahagiakan. Tanaman Sambiloto ternyata mampu membunuh bakteri pseudomonas aeruginosa sekitar 90 persen. Namun untuk tanaman echinacea hanya mampu membunuh sekitar 80 persen.

"Saya berharap, dari penelitian yang dasar ini dapat dikembangkan lagi oleh angkatan bawah agar mampu mengurangi jumlah kematian pada anak-anak karena radang paru-paru," ungkap Mickey yang mengambil kedua tanaman itu dari Pacet, Mojokerto itu.

Lain halnya dengan Jovianto Renaldo Soenarjo yang meneliti Si Putri Malu yang ampuh untuk menangkal Infeksi. "Awalnya, sebuah jurnal menyatakan efek meningkatkan kekebalan tubuh dari tanaman putri malu," kata Jovianto.

Menurut dia, ekstrak tanaman putri malu mempunyai efek terhadap jumlah sel makrofag dan neutrofil. Sel makrofag dan neutrofil merupakan sel yang muncul ketika terjadi infeksi dan dapat dikatakan, sel-sel ini merupakan pertahanan pertama tubuh manusia terhadap infeksi.

Dibimbing oleh Wahyu Dewi Tamayanti, M.Sc, Apt dan Lisa Soegianto, S.Si, M.Sc, Apt, Jovianto meneliti perubahan jumlah sel makrofag dan neutrofil setelah tikus yang menjadi objek penelitiannya diberikan ekstrak putri malu dan diinduksi bakteri Staphylococcus Aureus.

"Dengan semakin bertambahnya sel makrofag dan neutrofil maka diharapkan terjadi peningkatan respons imun, sehingga ketika terjadi infeksi, respon imun yang cukup tinggi ini mampu melawan infeksi tersebut," ujar pria kelahiran 1993 yang hobi otomotif itu.

Akhirnya, Jovianto menemukan peningkatan jumlah sel-sel makrofag dan neutrofil pada tubuh tikus tersebut, karena itu ia berharap skripsinya bisa terus dikembangkan hingga menjadi produk massal, sekaligus membuktikan bahwa tanaman Nusantara itu tidak dapat dipandang remeh. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015