Tulungagung (Antara Jatim) - Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur menurunkan tim khusus dari bidang pendidikan menengah untuk menyelidiki kasus pungutan sekolah yang dikeluhkan wali murid SMKN 1 Tulungagung.
"Saya sudah memerintahkan kepala dikmen dan beberapa kasi untuk menindaklanjuti keluhan wali murid tersebut, supaya masalahnya clear dan tidak berlarut," kata Kepala Dindik Tulungagung, Suharno di Tulungagung, Rabu.
Hasilnya, lanjut Suharno, diperoleh informasi bahwa pungutan biaya pendidikan tambahan untuk siswa yang naik kelas dari kelas X ke XI atau dari kelas XI ke XII sebesar Rp190 ribu per siswa benar adanya.
Namun Suharno belum bersedia memastikan apakah kebijakan sekolah itu bisa dibenarkan atau memang sudah sesuai prosedur.
"Saya belum mendapat laporan rinci. Tapi prinsipnya, sesuai permendikbud (peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan), sekolah dimungkinkan melakukan pungutan, asal sesuai prosedur dan turan," jelasnya.
Prosedur wajib yang harus dilalui pihak sekolah saat memberlakukan pungutan pendidikan antara lain berupa tahapan rapat atau musyawarah bersama wali murid dan komite sekolah, transparansi rancangan anggaran belanja dan pendapatan sekolah (RAPBS), serta tidak memberatkan siswa/wali murid.
"Bagi siswan yang miskin atau kurang mampu tidak boleh dilibatkan untuk ikut menyumbang," ujarnya.
Senada, Ketua Dewan Pendidikan Tulungagung (DPT) Supriyono menyikapi keluhan orangtua siswa itu dan meminta sekolah untuk menyampaikan kebutuhannya kepada orangtua.
Selain kebutuhan, juga disampaikan sumber pendapatan termasuk kekurangan yang ada.
Selanjutnya, ditawarkan kepada orangtua atau wali murid. Jika dipandang perlu ada kegiatan, maka ditawarkan kepada wali murid.
“Aturan perundangan memang memperbolehkan sumbangan. Tapi tidak boleh memaksa besarannya dan siswa miskin tak boleh dilibatkan,” tegasnya.
Masalah pungutan pendidikan di SMKN 1 Tulungagung ramai dan menjadi sorotan setelah sejumlah wali murid mengadukan pihak sekolah ke Kejaksaan Negeri Tulungagung dengan tuduhan melakukan pungutan liar biaya pendidikan.
Kasus itu memicu pihak dinas pendidikan setempat untuk melakukan penyelidikan mendalam guna meredakan situasi agar tidak menjadi semakin keruh. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Saya sudah memerintahkan kepala dikmen dan beberapa kasi untuk menindaklanjuti keluhan wali murid tersebut, supaya masalahnya clear dan tidak berlarut," kata Kepala Dindik Tulungagung, Suharno di Tulungagung, Rabu.
Hasilnya, lanjut Suharno, diperoleh informasi bahwa pungutan biaya pendidikan tambahan untuk siswa yang naik kelas dari kelas X ke XI atau dari kelas XI ke XII sebesar Rp190 ribu per siswa benar adanya.
Namun Suharno belum bersedia memastikan apakah kebijakan sekolah itu bisa dibenarkan atau memang sudah sesuai prosedur.
"Saya belum mendapat laporan rinci. Tapi prinsipnya, sesuai permendikbud (peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan), sekolah dimungkinkan melakukan pungutan, asal sesuai prosedur dan turan," jelasnya.
Prosedur wajib yang harus dilalui pihak sekolah saat memberlakukan pungutan pendidikan antara lain berupa tahapan rapat atau musyawarah bersama wali murid dan komite sekolah, transparansi rancangan anggaran belanja dan pendapatan sekolah (RAPBS), serta tidak memberatkan siswa/wali murid.
"Bagi siswan yang miskin atau kurang mampu tidak boleh dilibatkan untuk ikut menyumbang," ujarnya.
Senada, Ketua Dewan Pendidikan Tulungagung (DPT) Supriyono menyikapi keluhan orangtua siswa itu dan meminta sekolah untuk menyampaikan kebutuhannya kepada orangtua.
Selain kebutuhan, juga disampaikan sumber pendapatan termasuk kekurangan yang ada.
Selanjutnya, ditawarkan kepada orangtua atau wali murid. Jika dipandang perlu ada kegiatan, maka ditawarkan kepada wali murid.
“Aturan perundangan memang memperbolehkan sumbangan. Tapi tidak boleh memaksa besarannya dan siswa miskin tak boleh dilibatkan,” tegasnya.
Masalah pungutan pendidikan di SMKN 1 Tulungagung ramai dan menjadi sorotan setelah sejumlah wali murid mengadukan pihak sekolah ke Kejaksaan Negeri Tulungagung dengan tuduhan melakukan pungutan liar biaya pendidikan.
Kasus itu memicu pihak dinas pendidikan setempat untuk melakukan penyelidikan mendalam guna meredakan situasi agar tidak menjadi semakin keruh. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015