Madiun (Antara Jatim) - Dinas Perdagangan, Industri, Koperasi, dan Pariwisata (Disperindagkoppar) Kota Madiun, Jawa Timur, membahas dan mencari solusi mengenai kenaikan harga komoditas daging ayam broiler di pasaran yang dirasa tidak wajar dengan para pedagang dan pemasok daging.
"Pembahasan itu bertujuan untuk mencari permasalahannya dan mengurainya atau mencari solusinya, kenapa harga daging ayam di Madiun mahal sekali," ujar Kepala Disperindagkoppar Kota Madiun, Totok Sugiarto, saat pertemuan dengan pedagang dan pemasok daging ayam di Pasar Besar Madiun, Jumat.
Menurut dia, kenaikan harga daging ayam potong di Pasar Besar Kota Madiun selama beberapa pekan terakhir adalah tidak wajar. Sebab hanya terjadi lokal di Kota Madiun saja.
"Keadaan ini tidak wajar. Sebab tidak terjadi secara regional ataupun nasional. Karena itu harus segera dicari tahu masalahnya," kata dia.
Apalagi, saat ini bukan momentum tertentu yang dapat mendongkrak kenaikan harga komoditas, seperti saat bulan Ramadhan, Idul Fitri, ataupun Natal.
Ia memprediksi banyak faktor yang mempengaruhi naiknya harga daging ayam broiler di tingkat pemasok hingga pedagang. Mulai akibat dari ketersediaan stok, harga pakan, dan penyakit yang menyerang ternak ayam.
"Kami juga berkoordinasi dengan Dinas Pasar Kota Madiun untuk menyikapi masalah ini," kata Totok Sugiarto.
Seperti diketahui, puluhan pedagang daging ayam broiler di Pasar Besar Madiun mogok berjualan sejak hari Kamis (4/9) karena tingginya harga kulakan di tingkat pemasok. Akibatnya, komoditas daging ayam tersebut hilang di pasaran.
Sebelumnya, ayam potong hidup dihargai Rp17.600 sampai Rp18.000 per ekor, namun beberapa pekan terakhir naik bertahap hingga menjadi Rp22.500 per ekor.
Kondisi itu memaksa pedagang ikut menaikkan harga jualnya ke konsumen. Terakhir, harga daging ayam broiler tembus hingga Rp35 ribu per kilogram. Padahal biasanya hanya berkisar antara Rp25.000 hingga Rp30.000 per kilogram.
Kondisi tersebut membuat pedagang rugi. Sebab, modal kulakan yang dikeluarkan tidak sebanding dengan omzet yang didapatkan. Tingginya harga menyebabkan dagangan sepi. Sebagian warga memilih mengurangi jumlah pembelian atau beralih ke daging serta telur. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014