Malang (Antara Jatim) - Pakar transportasi Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, Prof Dr Harnen Sulistyo menilai kebijakan jalur satu arah di Kota Malang merupakan kebijakan gegabah pemkot setempat, akibatnya tidak bisa berjalan dengan baik. "Pemkot Malang tidak pernah melakukan kajian mendalam dan persiapan secara matang dalam menjalankan kebijakan tersebut, sehingga tidak bisa berjalan dengan sempurna dan justru menimbulkan masalah baru karena banyak terjadi pelanggaran lalu lintas," tegas Harnen Sulistyo, Rabu. Ia mencontohkan penerapan jalur satu arah di lingkar Universitas Brawijaya (UB) yang meliputi Jalan Mayjen Haryono, Jalan gajayana dan Jalan Mayjen Panjaitan, banyak sekali pelanggaran yang terjadi dan tidak ada tindakan apapun dari aparat, bahkan memindah kemacetan baru di beberapa titik. Artinya, kata dosen Teknik UB itu, penerapan jalur satu arah di lingkar UB itu sama saja dengan jalur sebelumnya, dua arah. Sebab, selain angkutan umum tetap dua arah (bisa menentang arus), banyak kendaraan pribadi, baik roda dua maupun roda empat yang melanggar. Sekarang, lanjut Harnen, Pemkot Malang ingin mengulangi kegagalan penerapan jalur satu arah di lingkar UB dengan menerapkan jalur satu arah di Jalan Kawi dan Jalan Semeru. Seharusnya Pemkot Malang belajar dari pengalaman penerapan jalur satu arah di lingkar UB yang tidak berjalan semestinya (sempurna). Seharusnya, kata Harnen, sebelum mengeluarkan kebijakan penerapan satu arah, Pemkot Malang membuat persiapan secara matang. Pemkot harus menyelesaikan permasalah teknis dan nonteknis dampak dari penerapan jalur satu arah hingga akar rumput, khususnya solusi bagi mikrolet yang terdampak langsung dengan adanya perubahan jalur. Pemkot, tegasnya, harus mencari solusi untuk mikrolet yang trayeknya berubah agar tidak ada masalah. Ketika penerapan satu arah di lingkar UB, permasalahannya juga di mikrolet, akhirnya pemkot memberi keistimewaan dengan memberi jalur khusus, namun dampaknya sekarang justru banyak pelanggaran, apalagi pemkot tidak tegas dalam menerapkan kebijakan tersebut. Harnen menyatakan ketidaksetujuannya atas penerapan jalur satu arah tersebut, baik di lingkar UB maupun yang bakal diterapkan di Jalan Kawi dan Jalan Semeru karena belum waktunya. Kepadatan kendaraan di kawasan itu hanya terjadi di beberapa titik saja dan itu pun hanya pada jam-jam tertentu. "Seharusnya Pemkot Malang hanya melakukan rekayasa di titik-titik tertentu dan menata parkir, sebab kemacetan di kawasan itu hanya berada di Simpang Raja Bali sampai Bundaran Adipura dan di depan MOG saja, itu pun hanya pada jam-jam tertentu akibat kendaraan yang keluar masuk MOG," tandasnya. Selain itu, tegas Harnen, pemkot juga harus menambah rambu lalu lintas di kawasan itu serta menyiagakan petugas di titik-titik yang rawan terjadi kemacetan. "Selama ini, di kawasan itu minim rambu lalu lintas dan tidak pernah ada petugas yang berjaga di lokasi yang rawan macet, akibatnya banyak terjadi pelanggaran lalu lintas yang memicu kemacetan," katanya menegaskan. Uji coba jalur satu arah di Jalan Kawi dan Semeru akhirnya dibatalkan karena diprotes ratusan sopir mikrolet dari delapan jalur yang terdampak kebijakan tersebut.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014