Pamekasan (Antara Jatim) - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Khairat, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, meminta pemkab setempat bertindak cepat menekan praktik korupsi pada program bantuan beras bagi warga miskin (raskin). "Kami menilai korupsi bantuan beras bagi warga miskin di Pamekasan ini sudah sangat parah, dan apabila tetap dibiarkan, maka program baik pemerintah akan sia-sia," kata Ketua BEM STAI Al-Khairat, Solehudin, Kamis. Permintaan para aktivis BEM STAI Al-Khairat itu disampaikan dalam audiensi bersama Komisi D DPRD, Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) dan Badan Urusan Logistik (Bulog) Sub-Divre XII Madura di ruang rapat peripurna DPRD Pamekasan. Menurut mahasiswa, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pemkab dalam berupaya menekan praktik korupsi bantuan raskin. Antara lain sistem distribusi, pengawasan dan transparansi. Sistem distribusi raskin yang diberlakukan Pemkab Pamekasan selama ini melalui kepala desa hendaknya ditinjau ulang, sebab, berdasarkan fakta di lapangan, korupsi bantuan warga miskin itu terjadi dari setelah beras sampai di titik distribusi, yakni kepala desa. Dengan demikian, korupsi bantuan raskin terjadi, setelah sampai di desa hingga ke penerima manfaat. "Pengawasan dalam hal distribusi raskin di Pamekasan ini kami kira belum maksimal, dan kalaupun ada, para pengawas itu terkesan tidak berdaya, saat menemukan temuan penyimpangan," kata Solehudin. Disamping itu yang juga memberikan peluang terjadinya korupsi bantuan beras bagi warga di Kabupaten Pamekasan itu, adalah transparansi data. Para aktivis BEM Al Khairat Pamekasan ini meminta agar data penerima bantuan raskin sebaiknya diumumkan di masing-masing desa dan kecamatan. Sebab dengan cara seperti itu, semua masyarakat di desa penerima bantuan itu bisa mengetahuinya. "Selama ini kami kan tidak tahu. Tiba-tiba datang bantuan beras dan masyarakat juga tidak tau bahwa besaran bantuan 15 kilogram," kata Solehudin. Ketua Komisi D DPRD Pamekasan Andi Suparto mengakui, bantuan raskin di Pamekasan selama ini memang banyak terjadi penyimpangan, dan telah mendapatkan perhatian serius DPRD Pamekasan. Ia mengatakan, DPRD sebenarnya telah mengusulkan agar Pemkab Pamekasan mengubah pola distribusi bantuan, akan tetapi hingga saat ini belum terealisasi. "Kami berharap pemkab secepatnya merealisasikan sistem distribusi raskin itu, termasuk hal-hal yang memberikan ruang bagi oknum pelaksana di lapangan dalam melakukan korupsi raskin itu," kata Andi Suparto. Forum Kajian Kebijakan Publik (FKKP) Pamekasan sebelumnya mendata, ada beberapa program bantuan yang dicanangkan pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat miskin, akan tetapi dalam praktinya justru menjadi ajang korupsi, sehingga program baik itu terkesan kurang optimal. "Di antaranya bantuan beras bagi warga miskin, bantuan perbaikan rumah tidak layak huni, dan bantuan pada program keluarga harapan (PKH)," kata Direktur Forum Kajian Kebijakan Publik Pamekasan, Muid Syakrani. Muid menjelaskan, sebenarnya, praktik korupsi yang terjadi di Kabupaten Pamekasan itu bukan hanya pada tiga hal itu. FKKP menyoroti secara khusus pada program pemberdayaan masyarakat miskin. Sebab, selain karena selama ini terkesan kurang mendapatkan perhatian aparat penegak hukum, juga karena praktik korupsi pada program ini terlalu parah. Dalam program bantuan beras bagi warga miskin, FKKP mencatat, nilai kerugian negara tidak sedikit, yakni mencapai Rp58,8 miliar lebih per tahun. Data kerugian negara pada bantuan raskin ini berdasarkan fakta yang terungkap di lapangan, bahwa bantuan raskin rata-rata hanya dibagikan selama enam bulan dalam setahun. Asumsi enam bulan tersebut merupakan asumsi terendah, sebab faktanya di beberapa desa di Pamekasan ada yang hanya didistribusikan selama 3 kali dalam dua tahun, seperti yang terjadi di Desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan. Sementara di Pamekasan, jumlah rumah tangga sasaran penerima manfaat sebanyak 109.017 RTS atau setara dengan 1.635.255 kilogram per bulan. Jumlah itu setara Rp9.811.530.000 per bulan dengan harga tebus Rp6.000 perkilogram. Sehingga, dalam setahun, alokasi dana yang harus dikeluarkan pemerintah untuk bantuan raskin kepada masyarakat Pamekasan sebanyak Rp127,5 miliar, termasuk bantuan raskin ke-13 setiap tahunnya. Sehingga jika asumsi beras yang digelapkan oknum enam bulan, maka kerugian negara sekitar Rp58,8 miliar. Korupsi bantuan raskin di Kabupaten Pamekasan ini terjadi 178 desa di Kabupaten Pamekasan dan telah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri setempat. Dari jumlah itu, baru dua kepala desa yang diproses hukum, yakni Kepala Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu dan Kepala Desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan, sedangkan praktik korupsi raskin di 176 desa sisanya belum diproses oleh pihak Kejari dengan alasan jumlah penyidik sangat terbatas. Program bantuan untuk warga miskin lainnya yang juga menjadi ajang korupsi menurut kajian lembaga ini adalah bantuan perbaikan rumah tidak layak huni. Sebanyak 313 warga miskin penerima bantuan, nilai bantuannya semuanya dikurangi, dari seharusnya Rp8,5 juta, termasuk bantuan biaya tukang, mereka hanya menerima Rp3,5 juta.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014