Banyuwangi (ANTARA) - Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengingatkan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG mengutamakan kualitas makanan program Makan Bergizi Gratis agar kasus keracunan diduga akibat konsumsi MBG tidak terulang.
Dalam sepekan terakhir tercatat dua kali terjadi kasus keracunan makanan, dua sekolah di Banyuwangi mendapat suplai MBG dari SPPG yang berbeda, saat ini satu SPPG telah ditutup sementara sedangkan satu SPPG lainnya sedang dalam proses pemeriksaan.
"Kejadian ini menjadi pelajaran bagi kita semua agar teman-teman pengelola SPPG tidak mengulangi kesalahan yang sama, mungkin memang tidak disengaja, tapi kalau proses dan SOP-nya dijalankan dengan benar, bisa dihindari," kata Ipuk dalam keterangannya di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin.
Standar operasional prosedur (SOP) di setiap SPPG, lanjutnya, harus diterapkan secara baik dan maksimal dan seluruh makanan pada menu MBG yang disajikan harus berkualitas dan higienis.
"Dengan demikian bisa dinikmati anak-anak, dengan menu yang bervariasi. Mudah-mudahan program ini bisa terus berjalan dengan baik," tutur Bupati Ipuk.
Ia menyampaikan, pemerintah daerah setempat juga mendorong agar semua SPPG di Banyuwangi memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Kementerian Kesehatan dalam keputusannya yang terbaru mewajibkan dapur umum MBG memiliki SLHS yang diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat.
Selain itu, Bupati Ipuk juga meminta agar sanitasi di SPPG dikelola dengan baik dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) berkoordinasi dengan pengelola dapur MBG terkait pengelolaan limbah.
Program MBG ini, kata Ipuk, merupakan salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subianto untuk mendukung pemenuhan gizi para anak dan siswa.
"Semoga program MBG di Banyuwangi bisa berjalan lancar dan membawa manfaat, anak-anak bisa menikmati menu-menu yang diberikan tanpa ada lagi isu terkait makanan sisa, makanan yang dibuang atau bahkan kasus keracunan," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi Amir Hidayat mengatakan dua kasus keracunan yang terjadi telah ditindak lanjuti.
Menurutnya, SPPG yang menyuplai MBG di dua sekolah yang keracunan telah dihentikan sementara oleh kordinator wilayah BGN hingga seluruh prosedur dan fasilitas dipenuhi sesuai hasil investigasi.
"Dari 38 SPPG yang telah beroperasi, 12 SPPG sudah menjalani proses sertifikasi SLHS dan siap diterbitkan sertifikatnya. Sisanya masih dalam tahap persiapan atau perbaikan sarana prasarana," kata Amir.
Untuk mendapat SLHS, ada tiga komponen yang harus dijalani SPPG. Pertama para penjamah pangan harus mengikuti pelatihan keamanan pangan dan lulus uji kompetensi.
Kedua, SPPG telah dinyatakan layak saat inspeksi sanitasi dan kesehatan lingkungan, yang dicek dalam inspeksi di antaranya kualitas air bersih, pengelolaan sampah dan limbah, sirkulasi udara dan kebersihan peralatan masak.
Ketiga, uji sampel dan pemeriksaan kesehatan, dan pengujian dilakukan pada sampel makanan, alat dan penjamah makanan untuk memastikan tidak adanya kontaminasi dalam proses memasak menu MBG.
