Peralatan Tanggap Bencana BPBD Ngawi Minim
Rabu, 21 November 2012 13:30 WIB
Ngawi - Peralatan tanggap bencana yang dimiliki oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ngawi, Jawa Timur, sangat minim meski sebagian besar wilayah di kabupaten setempat rawan bencana saat musim hujan.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Ngawi Eko Heru Cahjono, Rabu, mengatakan, dari 12 unit perahu karet yang ada, hanya dua unit saja yang layak dioperasikan saat banjir.
"Sebenarnya kami sudah berulang kali mengirimkan surat proposal ke BNPB, namun sampai saat ini belum ada realisasinya," ujar Eko Heru Cahyono kepada wartawan.
Menurut dia, selain minim perahu karet yang layak pakai, sejumlah alat peringatan dini atau "early warning system" (EWS) untuk memantau bencana banjir yang terpasang di sejumlah titik aliran Sungai Bengawan Solo dan Bengawan Madiun yang ada di Kabupaten Ngawi juga dalam keadaan rusak.
Setidaknya ada lima dari delapan unit alat EWS di bantaran Sungai Bengawan Solo dan Bengawan Madiun yang ada di wilayah Ngawi mengalami kerusakan. Sejumlah alat yang rusak tersebut, antara lain terdapat di wilayah rawan banjir seperti Kecamatan Pitu, Ngawi, Geneng, Kwadungan, dan Pangkur.
BPBD Ngawi sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Pengairan dan pihak terkait untuk segera memperbaiki alat tersebut, mengingat dalam waktu dekat sudah memasuki musim hujan.
Berdasarkan pemetaan yang ada, sebanyak tujuh dari 19 kecamatan di Kabupaten Ngawi tergolong rawan banjir. Tujuh wilayah tersebut antara lain, Kecamatan Kwadungan, Geneng, Ngawi, Pangkur, Pitu, Mantingan, dan Paron.
Wilayah-wilayah tersebut berada di aliran sungai Bengawan Madiun dan Bengawan Solo. Bahkan, Kecamatan Pitu dan Ngawi merupakan daerah aliran Bengawan Madiun dan Bengawan Solo bertemu.
Sedangkan, 10 dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Ngawi, tercatat rawan terjadi angin kencang atau angin puting beliung. Antara lain, Kecamatan Bringin, Mantingan, Kedunggalar, Kendal, Jogorogo, Ngrambe, Ngawi, Sine, Kwadungan, dan Karangjati.
Meski minim peralatan, pihaknya telah melakukan berbagai persiapan untuk menanggulangi bencana jika sewaktu-waktu melanda. Pihaknya telah menyiapkan logistik siap saji, selimut, tenda, dan juga dapur umum.
"Sosialisasi tanggap bencana kepada masyarakat juga terus dilakukan, terlebih kepada masyarakat yang berdomisili di wilayah rawan tersebut," kata Eko.
Pihaknya juga melakukan pemantauan terhadap ketinggian air Bengawan Solo dan Bengawan Madiun untuk mewaspadai bahaya banjir. Jika ketinggian air sekitar 6,5 meter dari dasar sungai maka berada pada stasus siaga I, status siaga II jika ketinggian air Bengawan Solo mencapai 7,5 meter, dan siaga III jika ketinggian mencapai lebih dari 8,5 meter. Sejauh ini semuanya masih aman. (*)