Yayasan Al Islam Lamongan Gelar Seminar Kekerasan
Minggu, 30 September 2012 14:47 WIB
Lamongan - Yayasan Al Islam Al Hasyimi Lamongan, Jawa Timur, yang merupakan milik keluarga "bomber Bali" Amrozi itu, Minggu, menggelar seminar dengan tema mencari akar dan solusi fenomena sosial aksi kekerasan berbasis ideologi di Jatim.
Ketua Yayasan Al Islam Al Hasyimi Lamongan, Drs.H.Moch. Chozin, di Lamongan, mengatakan, tujuan seminar yakni sebagai langkah mencari pemecahan terjadinya aksi kekerangan berbasis ideologi khususnya di Jatim, juga di Indonesia.
"Secara umum terjadinya kekerasan di antaranya karena adanya kecemburuan sosial," ujarnya.
Ia yang juga kakak kandung "bomber" Bali Amrozi itu, menjelaskan, seminar ini, akan dirumuskan dalam bentuk tulisan yang kemudian akan disampaikan kepada Pemerintah, melalui Pemkab Lamongan.
"Kami dari jajaran ponpes ingin memberikan masukan kepada Pemerintah dalam menanggulangi terjadinya kekerasan," katanya. Dan sudah menjadi kewajiban Pemerintah untuk memprioritaskan penanggulangan terjadinya kekerasan di Tanah Air," katanya, menegaskan.
Seminar yang berlangsung sehari di Hotel Tanjung Kodok Lamongan itu, dihadiri puluhan udangan dari jajaran ponpes di Lamongan, juga berbagai elemen masyarakat lainnya.
Tampil sebagai pembicara yaitu, dari MUI Lamongan, Rusdi Aliyudin, yang mengangkat meteri Islam Rohmatan Lil Alamin, juga dosen Universitas Muhammadiyah, Dr. Achmad Habib, MA yang menyampaikan materi kekerasan berbasis ideologi dan sosial terpuruknya NKRI atau agenda lain.
Selain itu, pembicara lainnya Direktur Barometer Institut Jakarta Robbi Sugara, dan tiga nara sumber dari alumnus Afghanistan, Moro Mindanao, Ambon dan Poso.
"Ketiganya merupakan pelaku secara langsung yang berkaitan dengan kekerasan, sehingga pengalamannya selama ini, juga akan disampaikan sebagai rumusan hasil seminar," katanya, mengungkapkan.
Dalam semintar itu, Dosen Universitas Muhammadiyah Malang Dr.Achmad Habib, MA. menyatakan, konflik sangat diperlukan bagi siapa saja, tapi tidak seharusnya konflik dipelihara hanya untuk kepentingan tertentu,
"Menjadi kewajiban Pemerintah menyelesaikan terjadinya konflik kekerasan di Tanah Air, bukan membiarkan, bahkan sengaja memelihara konflik," paparnya. (*)