Tulungagung, Jawa Timur (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, mencatat tiga kasus leptospirosis di wilayahnya sejak awal 2025.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Tulungagung, Desi Lusiana Wardani, Selasa, mengungkapkan dua kasus pertama terjadi pada Januari 2025, sementara satu kasus lainnya ditemukan pada Februari.
Seluruh pasien yang terinfeksi penyakit tersebut dilaporkan meninggal dunia, menunjukkan tingginya angka kematian atau case fatality rate (CFR) akibat leptospirosis di daerah itu.
Tiga pasien itu sebenarnya telah mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan (faskes), namun saat dirujuk, kondisi mereka sudah dalam kategori kritis atau red zone.
"Saat tiba di fasilitas kesehatan, kondisi mereka sudah sangat parah sehingga tidak dapat tertolong," kata Desi.
Desi menjelaskan, leptospirosis memiliki tingkat perkembangan penyakit yang cepat, sehingga pasien harus segera mendapatkan penanganan medis.
Gejala awalnya sering kali hanya berupa demam, sehingga banyak penderita yang tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi.
Namun, ada ciri khas yang membedakan leptospirosis dari demam biasa, yaitu perubahan warna bola mata menjadi kuning.
"Kondisi pasien bisa memburuk dalam waktu singkat, sehingga penting untuk segera membawanya ke faskes agar mendapat penanganan yang tepat," ujarnya.
Dalam tiga kasus yang terjadi, para pasien awalnya sempat berobat ke puskesmas dan dianjurkan menjalani pemeriksaan medis lanjutan dalam dua hari.
Namun, mereka baru kembali pada hari keempat, ketika kondisi sudah memburuk. Akibatnya, pasien langsung dirujuk ke instalasi gawat darurat (IGD) dalam kondisi kritis, namun tidak dapat diselamatkan.
"Keterlambatan penanganan menjadi faktor utama kematian. Obat yang diberikan puskesmas hanya berfungsi memperlambat penyebaran infeksi, bukan menyembuhkan sepenuhnya," cakap Desi.
Hasil penyelidikan epidemiologi menunjukkan bahwa para korban berusia 50 hingga 60 tahun dan bekerja di ladang, sehingga berisiko tinggi terpapar bakteri leptospira yang berasal dari kencing tikus.
Untuk mencegah kasus serupa, Dinkes telah meningkatkan sosialisasi kepada puskesmas agar lebih cepat mengidentifikasi leptospirosis.
Edukasi juga diberikan kepada masyarakat agar lebih waspada terhadap gejala awal penyakit ini.
"Tingkat CFR leptospirosis di Tulungagung saat ini mencapai 66,67 persen.
Untuk pengobatan memang menjadi tugas Dinkes, tetapi dalam upaya pencegahan, kami memerlukan peran Dinas Pertanian karena penyakit ini berkaitan dengan populasi tikus di area pertanian," ujarnya.*
Dinkes Tulungagung catat tiga kasus leptospirosis di awal 2025
Selasa, 25 Maret 2025 21:59 WIB

Kabid Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P), Dinas Kesehatan (Dinkes) Tulungagung, Desi Lusiana Wardani saat memberikan pernyataan terkait kasus leptospirosis. ANTARA/HO - Sule