Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengunjungi Pekerja Migran Indonesia (PMI) purna Septa Kurnia Rini yang mengalami cacat fisik dan terbaring lemah di rumahnya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat.
Septa sempat menjalani operasi saat bekerja menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Singapura dan mengalami koma selama sembilan hari, bahkan kini kondisinya memprihatinkan karena kedua kaki dan tangannya melepuh berwarna hitam dan tidak bisa digerakkan dengan normal.
"Saya sengaja menengok mbak Septa karena Kementerian P2MI bertanggung jawab terhadap semua proses, mulai dari sebelum berangkat, penempatan hingga kepulangan," kata Menteri Abdul Kadir Karding di Jember, Jumat.
Menurut dia, kunjungan tersebut untuk memberikan perhatian kemanusiaan kepada PMI purna yang mendapatkan persoalan karena berangkat dengan jalur tidak sesuai prosedur.
"Berangkatnya tidak prosedural, sehingga tanggung jawab agensi atau majikan hampir tidak ada. Keberangkatan Pekerja Migran Indonesia yang tidak prosedural menyebabkan mereka kehilangan hak perlindungan, termasuk asuransi kerja," tuturnya.
Ia mengimbau masyarakat yang akan bekerja ke luar negeri agar tidak tergiur dengan janji-janji manis dari pihak yang tidak bertanggung jawab dan tidak tergoda dengan iming-iming gaji tinggi yang terkadang justru membahayakan nyawanya sendiri.
"Untuk mencegah agar tidak terjadi kasus yang sama, pemerintah akan membuat regulasi untuk memperketat keluar masuknya PMI dengan satu pintu, kemudian memperbanyak sosialisasi di desa-desa dan aktif sosialisasi di media sosial karena kami punya tim siber," katanya.
Selain itu, lanjut dia, perlu dilakukan penegakan hukum yang tegas bagi pelaku sindikat atau individu yang melakukan penyelundupan Pekerja Migran Indonesia ke luar negeri, sehingga pihaknya akan mengumpulkan data dengan melakukan penelusuran.
Saat ditanya terkait PMI purna Septa diduga menjadi korban malapraktik saat dirawat di Singapura, Menteri Abdul Kadir Karding meminta pemerintah daerah atau tim di Jember memberikan pendampingan hingga yang bersangkutan sembuh dan bisa bekerja.
Sementara Septa Kurnia Rini kepada sejumlah wartawan mengatakan bahwa dirinya menjadi Pekerja Migran Indonesia sejak tahun 2021 di Singapura sebagai pengasuh, namun pada Oktober 2024 mengalami sakit bisul di sekitar pahanya.
Setelah pergi ke klinik tidak kunjung sembuh, Septa memutuskan berobat ke rumah sakit dan pihak dokter menyarankan untuk dilakukan operasi.
"Setelah operasi, saya sempat mengalami koma selama sembilan hari di salah satu rumah sakit di Singapura, namun saya akhirnya bisa sadar dan mengetahui kedua kaki dan tangan saya hitam-hitam tanpa ada penjelasan dari dokter," katanya.
Septa kemudian dikirim majikannya ke salah satu rumah sakit di Batam, namun ia meminta pulang ke rumahnya di Kabupaten Jember yang difasilitasi oleh pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura dan dijemput oleh suaminya di Batam.
Kedua tangan dan kaki Septa tidak bisa digerakkan dan berwarna hitam legam seperti hangus terbakar, bahkan ia tidak bisa berjalan karena kakinya sakit untuk digerakkan, sehingga hanya terbaring dan duduk di tempat tidur.