Malang Raya (ANTARA) - Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, menjalin kerja sama dengan International Research Center for Space and Planetary Environmental Science (i-SPES) dari Kyushu University, lembaga internasional NRIAG, serta beberapa universitas di Malaysia, untuk mengembangkan sistem Magnetic Data Acquisition System (Magdas), untuk memantau perubahan iklim secara global dan berfungsi dalam monitoring dan mitigasi bencana di masa mendatang.
Pakar mitigasi bencana dan eksplorasi sumber daya alam UB, Prof Sukir Maryanto menjelaskan salah satu stasiun Magdas terletak di laboratorium lapang Volcano & Geothermal, FMIPA di Kompleks Agro Techno Park Cangar, Desa Sumberbrantas, Kota Batu.
"Stasiun Magdas di Cangar ini akan dikembangkan untuk mitigasi bencana gempa tektonik dan vulkanik," ungkapnya dalam konferensi pers di Kota Malang, Selasa.
Stasiun Magdas Cangar merupakan hasil kolaborasi internasional antara BRAVO GRC, Universitas Brawijaya, dan i-SPES, Kyushu University, yang mulai dibangun pada Maret 2024. Pemasangan sistem ini melibatkan tim dari Kyushu University dan dua ilmuwan asal Mesir, yang salah satunya berperan sebagai peneliti di i-SPES, sementara yang lainnya merupakan mitra dari National Research Institute of Astronomy & Geophysics di Mesir.
Prof. Sukir menambahkan bahwa pengembangan kegunaan MAGDAS akan terintegrasi dengan jaringan sistem yang berpusat di Universitas Kyushu, Jepang.
"Pembangunan stasiun MAGDAS di Cangar memberikan dampak signifikan terhadap penelitian dan kolaborasi baik di tingkat nasional maupun internasional," kata Prof. Sukir. Saat ini, mahasiswa S2 (Master by Research/MBR) dari BRIN juga telah diterima untuk memperdalam studi terkait MAGDAS. Rencananya, pada Maret 2025, akan dipasang sensor magnetometer berbasis induksi yang dikembangkan oleh Nagoya City University, Jepang, atas rekomendasi host MAGDAS di Kyushu University.
Saat ini, dua alat baru telah terpasang di Stasiun Cangar, yaitu Magnetometer Fluxgate 3D dari i-SPES, Kyushu University, dan sensor seismik dari BRAVO GRC, Universitas Brawijaya. Sensor seismik berfungsi untuk mendeteksi gelombang seismik yang terjadi di Bumi. Prof. Sukir berharap kedua parameter ini dapat dipelajari secara terintegrasi di Stasiun Cangar, sehingga dapat mengembangkan ilmu yang menghubungkan fenomena di Bumi dan fenomena di angkasa.
"Sensor magnetometer yang baru akan dipasang berdampingan dengan sensor MAGDAS dan seismik yang sudah ada," jelasnya. "Data yang diperoleh dari sensor magnetik dan seismik perlu dipelajari secara intensif, karena fenomena di dasar dan fenomena di udara belum tentu sama."
Sukir juga menunjukkan rekaman real-time dari MAGDAS di Cangar, yang mencakup data dari Peru, Jepang, Filipina, dan Malaysia, serta berbagai komponen magnetik dengan variasi yang berbeda.
Advertorial
UB Kolaborasi kembangkan "Magdas" untuk perubahan iklim
Kamis, 5 Desember 2024 15:45 WIB
Stasiun MAGDAS di Cangar ini akan dikembangkan untuk mitigasi bencana gempa tektonik dan vulkanik