Upaya tersebut dilakukan dengan membuat kegiatan bertajuk "Perempuan Bersuara" yang berisi pertunjukan monolog dan pemutaran film pendek "Pulih" yang menceritakan tentang perjuangan pendamping korban kekerasan seksual di Gedung Nasional Indonesia (GNI) Surabaya, Minggu (1/12) malam.
Ketua Gen Epistree Muhammad Irfansyah yang memproduksi film "Pulih" mengatakan pembuatan karya seni audio visual itu merupakan hasil kolaborasi dengan Women's Crisis Center (WCC) Jombang.
"Isi film ini diambil dari penuturan WCC Jombang atas pengalaman advokasinya, yaitu tentang pendamping korban yang berusaha pulih ketika dia mendapat kekerasan seksual," katanya.
Ia ingin, kolaborasi kampanye itu bisa menghentikan segala tindakan kekerasan seksual terhadap perempuan. Mengingat, kasus tersebut bukanlah hal yang sepele.
"Film ini tidak hanya sekadar kita buat, tapi kita maksimalkan aktor-aktor dan seniman yang kita libatkan, yakni yang proper di bidangnya untuk menciptakan film yang bisa mendukung pendamping korban," ucapnya.
Dalam kampanye itu, lanjut dia, juga ada penampilan monolog bertajuk "Pelaminan Kosong" yang menceritakan tentang upaya menghentikan kekerasan terhadap perempuan.
Sementara itu, Direktur WCC Jombang Anna Abdullah mengatakan bahwa media kreatif seperti film dipilih untuk mengkampanyekan penolakan kekerasan terhadap perempuan, karena memiliki daya tarik tersendiri.
"Kami berpikir butuh media transformasi nilai yang efektif seperti itu, nah salah satunya dengan film," ucapnya.
Apa yang ditampilkan di film tersebut, kata dia, merupakan gambaran nyata yang ada di kehidupan sehari-hari bagaimana pendamping kekerasan seksual mendampingi korban.
Pihaknya menegaskan akan terus menyuarakan penolakan terhadap kasus-kasus kekerasan seksual. Apalagi WCC Jombang juga merupakan anggota dari Satuan Tugas Penjagaan Penanganan Kekerasan (SATGAS PPK) di lingkup pendidikan.
"Kami ingin memberi konteks bahwa kerja-kerja sungguh yang dihadapi pendamping untuk memberikan penguatan psikologis itu sangat penting sekali," katanya.