Surabaya (ANTARA) -
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya Ramdhani di Surabaya, Senin, mengatakan bahwa pengakuan awal seorang penumpang memicu kecurigaan petugas ketika seorang WNI yang berencana menggunakan penerbangan pesawat Malindo Air dengan nomor OD353 tujuan Surabaya-Kuala Lumpur, serta penerbangan lanjutan dengan nomor OD205 rute Kuala Lumpur-New Delhi, India, terdapat kejanggalan ketika dilakukan pemeriksaan awal di konter keberangkatan.
"Ketika tiba di pemeriksaan awal di konter keberangkatan, tim kami merasa curiga dengan WNI tersebut karena keterangan yang disampaikan oleh WNI tersebut banyak kejanggalan. WNI ini mengaku hendak berobat, namun banyak informasi yang tidak sinkron dari data yang mereka miliki," kata Ramdhani saat konferensi pers pengungkapan kasus itu di Mako Lanudal Juanda.
Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, jelas Ramdhani, terungkap bahwa bukan hanya satu orang, melainkan lima orang yang diduga terlibat dalam skema penjualan dan transplantasi ginjal ilegal.
Lima orang yang terduga pelaku dugaan transplantasi dan jual beli organ ginjal manusia secara ilegal itu, yakni AFH (31) asal Sidoarjo, AWSR (28) asal Sidoarjo, RAHM (29) asal Malang, MBA (29) dan NIR (28), keduanya asal Sukoharjo.
"AFH dan istrinya ASWR mengaku kepada petugas berencana bepergian dengan dalih pengobatan penyakit kulit. Namun, dokumen medis yang dimiliki ternyata mengarah pada pemeriksaan urologi dan transplantasi ginjal," ucapnya.
Baca juga: Imigrasi Surabaya layani 6.900 calon jamaah lewat "Eazy Paspor"
Hasil penyelidikan mengungkapkan bahwa lima orang WNI itu bukan pelaku tunggal, tetapi bagian dari jaringan terstruktur yang memanfaatkan platform digital untuk memfasilitasi transaksi.
"Kami menemukan komunikasi digital yang menunjukkan keterlibatan perantara dan donor, serta penggunaan media sosial untuk mencari korban baru," tambah Ramdhani.
Lebih mengejutkan lagi, salah satu dari mereka mengakui pernah terlibat dalam transaksi serupa pada masa lalu.
"Salah satu pelaku bahkan mengaku sudah menjual ginjalnya sendiri dan aktif sebagai perekrut yang mencari donor melalui media sosial," ujar Ramdhani.
Ia bersama istrinya diduga mengelola logistik untuk jaringan ini, mengindikasikan tingkat koordinasi yang lebih tinggi dari yang diperkirakan.
Untuk memperkuat langkah pencegahan kejahatan lintas negara, tambah Ramdhani, pihak Imigrasi berkoordinasi dengan Lanudal Juanda dalam serah terima lima orang WNI beserta barang bukti.
"Ini adalah bagian dari sinergi antara Imigrasi dan Lanudal Juanda dalam memerangi perdagangan orang dan kejahatan lintas negara lainnya," tegas Ramdhani.
Baca juga: Komisi XIII DPR RI kunjungi Imgirasi Surabaya perkuat keimigrasikan
Selain itu, terduga pelaku yang akan melakukan transplantasi ginjal itu mengaku bahwa ia telah diiming-imingi akan dibayar Rp600 juta.
"Biaya Rp600 juta itu tidak serta merta langsung diberikan. Jadi, Rp600 juta itu terbagi dari beberapa tahap, yang pertama adalah Rp2 juta dan selanjutnya diserahkan setibanya di India hingga usai menjalani operasi," tutur Ramdhani.
Dari hasil pemeriksaan sementara, para terduga pelaku melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama tujuh tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
Sebagai bentuk antisipasi terjadinya kasus serupa, Ramdhani juga menekankan pentingnya pengawasan ketat dan komitmen lembaganya dalam melindungi WNI.
"Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan pemeriksaan keimigrasian sesuai dengan program akselerasi yang dicanangkan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan," imbuhnya.
Selanjutnya, Ramdhani menambahkan Imigrasi bersama pihak Lanudal Juanda telah berkoordinasi dengan Polda Jawa Timur terkait penyerahan lima orang pelaku untuk penyelidikan lebih lanjut.
"Keberhasilan ini menunjukkan kuatnya kolaborasi lintas instansi dalam menjaga integritas dan keamanan perbatasan, sejalan dengan Astacita Presiden Prabowo yang menekankan pentingnya keamanan dan penegakan hukum," katanya.