Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota Surabaya Jawa Timur menggunakan pendekatan khusus yang humanis dan kolaborasi antarinstansi guna menangani permasalahan sosial yang melibatkan anak jalanan secara komprehensif.
Kepala Satpol PP Kota Surabaya M Fikser di Kota Surabaya Jumat, menjelaskan bahwa pihaknya menerapkan metode penanganan dan pola khusus untuk mendekati anak-anak jalanan tanpa menimbulkan trauma.
Penanganan khusus ini merupakan hasil diskusi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) maupun LSM pemerhati anak.
"Menangani anak-anak ini jadi tidak terkesan represif, seperti penggerebekan. Jadi penanganan dan pola khusus ini bagaimana cara pendekatan supaya mereka tidak takut dengan kita," kata Fikser.
Ia menjelaskan, Satpol PP akan melakukan penjangkauan apabila menemukan anak di jalan, baik sedang mengamen, naik truk atau sekadar nongkrong di Traffic Light (TL), untuk selanjutnya mereka akan diarahkan ke kantor Satpol PP untuk proses pendataan dan pembinaan.
"Dalam proses pendekatan, kami juga memisahkan anak laki-laki dan perempuan serta memberikan penanganan khusus jika ditemukan ada anak-anak disabilitas," ucapnya.
Menurut dia, langkah ini dilakukan untuk memastikan keamanan dan kenyamanan anak-anak. Karena, setelah dilakukan pendekatan, Satpol PP akan melakukan pendalaman dengan menanyakan alasan anak itu berada di jalanan, kondisi keluarga maupun riwayat sekolah.
"Jika anak tersebut masih bersekolah, kami akan menghubungi guru dan keluarganya serta melibatkan DP3APPKB untuk pendekatan lebih lanjut," tuturnya.
Ia mengatakan, apabila dalam penjangkauan pihaknya menemukan anak dengan masalah minuman keras, pihaknya akan melibatkan Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk pemeriksaan kesehatan.
"Jadi kita juga undang Dinkes untuk melakukan pemeriksaan kesehatan kondisinya seperti apa. Kalau kita temukan narkoba kita koordinasikan dengan BNN -Badan Narkotika Nasional-. Kalau pemeriksaan kesehatan selesai, baru tahapan berikutnya pendalaman ke keluarga," katanya.
Menurut Fikser, langkah-langkah ini juga bertujuan untuk memastikan kejelasan maupun kondisi kesehatan anak tersebut menyusul tidak sedikit dari pengalaman petugas Satpol PP saat melakukan pendalaman terhadap anak-anak itu justru berbicara tidak jujur.
"Kadang-kadang anak-anak tidak menyampaikan keadaan yang sebenarnya seperti mengaku orang tuanya bercerai dan sakit atau memiliki masalah keluarga, padahal kondisinya tidak demikian," katanya.
Setelah anak-anak tersebut dilakukan pendalaman atau outreach, petugas Satpol PP akan menghubungi pihak keluarga atau orang tua dan guru di sekolah, karena pola penanganan ini berlaku bagi anak-anak Surabaya yang masih memiliki keluarga dan bersekolah.
"Dari pihak sekolah dan orang tua kita hubungi, setelah datang baru anak itu kita serahkan. Kita juga kasih data hasil pendalaman, biar ada pengawasan juga dari guru dan orang tua supaya menjadi tanggung jawab bersama," tuturnya.
Namun demikian, Fikser menyebutkan, jika anak jalanan itu tidak memiliki orang tua dan berasal dari luar Surabaya, maka pihaknya akan menyerahkan ke Dinas Sosial untuk mendapatkan pembinaan di Liponsos Keputih Surabaya.
"Anak-anak yang kami jangkau dan outreach itu juga kami data. Data setiap anak pun dicatat dalam aplikasi by name by address yang terintegrasi antara Satpol PP dan Dinsos, sehingga memudahkan pengawasan dan penanganan lebih lanjut," katanya.
Fikser mengakui, bahwa dalam proses penanganan masalah sosial anak tersebut, Pemkot Surabaya tidak bisa bekerja sendiri. Baginya, penanganan permasalahan sosial anak ini juga membutuhkan peran serta keluarga dan masyarakat.
"Seperti yang disampaikan Pak Wali Kota Eri Cahyadi, anak Surabaya adalah anak kita bersama. Kami pemerintah kota tidak bisa melakukan itu sendiri, kita juga mohon maaf belum bisa maksimal. Tetapi kami yakin apabila ini mendapat dukungan dari masyarakat, kerja bersama, kami bisa menyelesaikan itu," ujarnya.