Lamongan (ANTARA) - Kementerian Sosial (Kemensos) memberhentikan delapan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kabupaten Lamongan, Jawa Timur diberhentikan karena berperilaku buruk pada proses penyaluran bantuan sosial (bansos).
Kepala Dinas Sosial Farah Damayanti membenarkan jika surat pemberhentian TKSK dari Kemensos yang ditanda tangani oleh Direktur Pemberdayaan Masyarakat Karsadiguna itu telah disampaikan ke Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten Lamongan.
"Ya, memang benar surat tersebut telah dikirimkan kepada kami. Namun kami tidak dapat mengomentari banyak, karena itu ranah Kemensos," ujar Farah saat dikonfirmasi, Sabtu.
TKSK yang diberhentikan tersebut bertugas di delapan Kecamatan yang ada di Kabupaten Lamongan, yakni Ngimbang, Sambeng, Kembangbahu, Turi, Sugio, Tikung, Brondong dan Paciran.
Dengan adanya peristiwa pemberhentian itu, Farah menuturkan bahwa Dinas Sosial Kabupaten Lamongan saat ini sedang fokus melakukan verifikasi faktual data dan pembenahan.
Selain itu, ia mengajak kepada seluruh pemangku kepentingan untuk tetap berusaha dan berpijak pada ketentuan yang berlaku dalam upaya mendukung penurunan angka kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Tentunya fokus kita saat ini pada pembenahan Dinsos secara menyeluruh yah dan mengajak semua baik tenaga pemdamping, OPD dan para stakeholder berpijak sesuai regulasi dan ketentuan," tuturnya.
Pada surat pemberhentian delapan TKSK tersebut diketahui merupakan tindak lanjut dari surat Nota Dinas Direktur Jaminan Sosial kepada Menteri Sosial RI Nomor : 815/3.4/PS.05.01/6/2024 dan Surat Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Korupsi Nomor : B/25/V1/OPS.2./2024/Tipidkor tanggal 21 Juni 2024 tentang Laporan Hasil Penelitian Lapangan di Kabupaten Lamongan.
Disebutkan berdasarkan laporan hasil pengecekan dan penelitian di lapangan secara bersama antara Kementerian Sosial dengan Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Bareskrim Polri di Kabupaten Lamongan pada tanggal 2 - 7 Juni 2024, diketahui bahwa TKSK terbukti telah melakukan pengarahan kepada Kelompok Penerima Manfaat untuk mencairkan bantuannya di agen tertentu.
Kemudian melakukan pengancaman kepada KPM apabila tidak menerima sembako yang sudah dipaketkan dan menghapus bantuan yang seharusnya diterima.
Tak hanya itu, oknum TKSK ini juga menyatakan sejumlah KPM dinilai tidak layak untuk mendapatkan bantuan, namun, berdasarkan hasil verifikasi lapangan ternyata ada sebesar 99 persen KPM tersebut masih masuk kategori layak.
Tindakan pemberhentian berdasar Peraturan Menteri Sosial Nomor 28 Tahun 2018, Bab IV, Pasal 21, huruf (f), TKSK diberhentikan karena berperilaku buruk dan berkinerja buruk.
Kemudian pada Peraturan Direktur Jenderal Nomor 35 Tahun 2020, Bab IV, Poin 1 huruf (f), berperilaku buruk yang bertentangan dengan hukum, norma, etika, kesusilaan atau melakukan tindak kekerasan dengan adanya pengaduan masyarakat.