Surabaya (ANTARA) - Ulama besar asal Baghdad, Irak, Maulana Al-Sheikh Afeefuddin Bin Abdul Qadir Mansoor Al Jailani menilai Indonesia merupakan percontohan dari bangsa paling harmonis yang mampu menjaga hubungan baik dengan bangsa lain.
"Kalian akan merayakan kemerdekaan (HUT Ke-79 Kemerdekaan RI) di negeri yang menjadi contoh bangsa paling harmonis dan lembut di dunia, semoga Allah tetap menjaga kebaikan bangsa ini, bangsa yang harmonis dengan pendatang," katanya di Surabaya, Jumat.
Dalam Kajian Akhlak dan Sholawat di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya (MAS) yang dimeriahkan oleh Gus Hafidz (Majelis Syubbanul Muslimin), ia menjelaskan Indonesia adalah negara yang terbesar Umat Muslimnya, tapi juga terbesar mengamalkan akhlak.
"Tema akhlak adalah inti ajaran agama. Allah tak menyebut Rasulullah sebagai ahli sholat/ibadah, tapi ahli akhlak yang baik. Kalau ibadah itu hanya hubungan dengan Allah, kalau muamalah (hubungan antarmanusia) itu akhlak dengan sesama yang diberi pahala oleh Allah," katanya.
Pemegang Utama Mutawalli Masjid dan Maqam Sultanul Awlia Al Sheikh Abdul Qadir Al-Jailani di Baghdad-Irak itu mencontohkan percakapan orang saleh dengan anaknya dalam tiga hal yakni makanan terbaik, tidur terbaik, dan tempat tinggal yang terbaik.
"Makanan terbaik atau makanan paling enak itu kalau kita sedang lapar, apakah nasi mandi, nasgor, dan makanan atau minuman apa saja, seperti orang puasa yang akan enak untuk makanan atau minuman apa saja," kata Cicit dari Syeikh Abdul Qadir Al Jailani (sufi terkenal abad ke-12).
Untuk tidur paling enak adalah datang dari tempat kerja yang capek, seperti jamaah yang mabit haji pun bisa tidur sambil berdiri hingga mimpi bertemu Rasulullah, sedangkan tempat tinggal paling enak adalah kalau kita berbuat baik, sehingga orang akan baik dan lingkungan tempat tinggal pun enak serasa paling mewah di dunia.
"Jadi, kita nggak akan ditanya punya berapa rumah, tapi punya berapa kebaikan. Kalau lapar, capek, dan baik/harmonis/lembut, maka kita sudah mendapatkan inti yang diajarkan Rasulullah," katanya dalam kajian yang dihadiri ribuan jamaah dan tokoh organisasi keagamaan.
Terkait pentingnya akhlak/kebaikan itu, cicit dari Syeikh Abdul Qadir Al Jailani itu juga menceritakan Sultonul Muhammad Alfatih yang membangun masjid dan sempat ada perempuan meletakkan cangkir di masjidnya.
"Di akhirat, ternyata Allah membangunkan istana bagi Sultonul Muhammad Alfatih tapi juga ada istana kecil di dekatnya yang dibangun Allah untuk perempuan yang meletakkan cangkir di masjid, jadi Allah pasti membalas kebaikan, meski sebiji atom, termasuk keburukan," katanya.
Ia juga mencontohkan nilai-nilai akhlak atau kebaikan/keharmonisan yang mendekatkan Baghdad-Indonesia. "Disini, saya tahu rata-rata membaca manaqib Syeikh Abdulqadir Jailani, padahal butuh 10 jam dari Baghdad ke Indonesia, tapi jarak yang jauh didekatkan oleh hati/ akhlak. Datang ke sini, saya bertemu orang-orang baik," katanya.
Ketika ditanya jamaah tentang upaya memadukan akhlak dalam ajaran dan amal, Syeikh Afeefuddin Al Jailani menyarankan untuk meneladani Rasulullah, yakni bicara yang baik atau diam. "Diam itu ibadah, bahkan Allah memberi satu mulut, dua telinga, dan dua mata berarti kita diminta banyak mendengar dan melihat daripada bicara. Bicara pun yang baik atau zikir agar hati menjadi bersih," katanya.
Sementara itu, Inisiator Kajian Akhlak Khofifah Indar Parawansa yang juga Gubernur Jatim 2019-2024 menjelaskan Hari Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 adalah Hari Jumat dan bulan Ramadhan. Artinya, bangsa ini mengutamakan religiusitas dan membangun keberagaman.
"Untuk itu, perlu siraman rohani, karena itu kami harapkan Syeikh Afeefuddin Al Jailani mau memberi kajian akhlak ini dua bulan sekali untuk membangun keberagamaan, religiusitas, dan karakter. Jadi, kajian ini dilaksanakan dua bulan sekali," katanya.*