Surabaya (ANTARA) - Tugasku Ibadahku. Hanya terdiri dua kata namun sarat makna, penuh perjuangan serta pengorbanan.
Pengalaman pertama sebagai Petugas Haji Indonesia di tahun 2024 sangat berbeda dibandingkan dengan pengalaman beberapa kali sebagai pembimbing umrah dan pembimbing haji di salah satu KBIHU.
Sebagai petugas haji dibutuhkan fisik prima dan mental tangguh (sabar dan ikhlas).
Mulai proses awal masuk Asrama Haji, menyambut dan mengarahkan tempat duduk sesuai dengan rombongan. Mulai di sini sebagai petugas sudah diuji kesabarannya.
Bagaimana tidak? Ketika ditanya rombongan dan regu berapa, ternyata banyak yang belum paham. Petugas harus cerdas dan gerak cepat agar jamaah segera bisa menempati tempat duduk sesuai regu dan rombongannya.
Menuntun jamaah lanjut usia (lansia) yang kebingungan mencari kamar dan membantu mendorong kursi roda bagi jamaah sakit.
Menjelang keberangkatan, petugas juga harus sigap karena harus mengarahkan tempat duduk sesuai rombongan sekalipun sudah ada penanda.
Salah tempat duduk atau yang tidak mau pindah duduk dengan alasan tidak mau jauh dari teman sekampung meski beda rombongan menjadi ujian tersendiri bagi petugas.
Bahkan, saat pesawat sudah take off, tiba-tiba ada jamaah yang berontak minta turun dari pesawat dan ingin pulang karena halusinasi seolah melihat kedua anaknya.
Sebagai petugas kami berusaha menenangkan, selama lebih dua jam harus memijat kakinya, kemudian menyandarkan kepalanya di dada petugas sambil dibelai rambutnya dengan harapan jamaah tersebut bisa tidur dengan tenang.
Ketika proses umrah haji, berangkat pagi mendampingi jamaah dan baru kembali ke hotel jelang maghrib karena harus menjemput jamaah tersesat jalan serta mengurus jamaah lansia masuk rumah sakit karena kondisinya yang tiba-tiba drop.
Kebijakan "murur" yang merupakan kemudahan bagi jamaah risiko tinggi, lansia dan yang sakit juga perlu pendekatan personal agar mereka mau mengikuti.
Sebagai pembimbing sudah tentu tidak boleh egois. Untuk lebih meyakinkan dan menenangkan maka pembimbing mendampingi jamaah untuk murur serta membantu naik turun bis bagi yang memakai kursi roda.
Ujian datang kembali sesampainya jamaah di tenda Mina. Isi tenda yang melebihi kapasitas, AC tidak hidup, antrean toilet 24 jam tanpa henti.
Petugas harus penuh kesabaran menjelaskan kepada jamaah. Selesai Armusna, thawaf ifadloh, petugas pun tidak bisa leluasa untuk ke Masjidil Haram.
Sewaktu-waktu harus melayani jamaah, menjawab WhatsApp, hingga menerima telepon atas keluhan jamaah.
Sakit butuh obat, kunci kamar rusak, menenangkan karena ada jamaah lansia buang air besar tidak pada tempatnya, menjemput jamaah tersesat jalan dan hal-hal lainnya.
Ibadah ritual di Masjidil Haram, Wirid, Tadarus Al-Quran tidak kalah nilainya dengan melayani jamaah dengan kesabaran dan ketulusan.
Inilah sesungguhnya makna "Tugasku Ibadahku".
*) Penulis adalah Pembimbing Ibadah Kloter SUB 101