Lumajang (ANTARA) - Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid memaparkan kondisi terkini aktivitas Gunung Semeru setelah erupsi berupa awan panas pada Kamis (28/3), pukul 15.18 WIB.
"Erupsi berupa awan panas dengan jarak luncur dan tinggi kolom abu erupsi tidak diketahui dan karena visual Gunung Semeru tertutup kabut, namun terekam seismogram dengan amplitudo maksimum 37 mm dan durasi 27 menit," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Kabupaten Lumajang, Jumat.
Menurutnya aktivitas Gunung Semeru memperlihatkan bahwa aktivitas erupsi, awan panas, dan guguran lava masih terjadi, namun secara visual jarang teramati karena terkendala cuaca yang berkabut.
"Selain berpotensi terjadi awan, potensi aliran lahar juga masih tinggi mengingat curah hujan cukup tinggi di Gunung Semeru," katanya.
Ia menjelaskan akumulasi material hasil erupsi (letusan dan aliran lava) maupun pembentukan "scoria cones" berpotensi menjadi guguran lava pijar atau awan panas.
Material guguran lava atau awan panas yang sudah terendapkan di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Semeru berpotensi menjadi lahar jika berinteraksi dengan air hujan.
"Selain itu, interaksi endapan material guguran lava atau awan panas yang bersuhu tinggi dengan air sungai akan berpotensi terjadinya erupsi sekunder," katanya.
Dalam periode itu, jumlah gempa yang terekam menunjukkan bahwa aktivitas kegempaan Gunung Semeru masih tinggi, terutama gempa letusan, guguran, dan harmonik.
Gempa vulkanik dalam dan harmonik yang masih terekam mengindikasikan masih adanya suplai di bawah permukaan Semeru bersamaan dengan pelepasan material ke permukaan, serta adanya proses penumpukan material hasil letusan di sekitar kawah Jonggring Saloko.
"Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi, maka tingkat aktivitas Gunung Semeru tetap pada level III (Siaga) dengan rekomendasi yang disesuaikan dengan potensi ancaman bahaya terkini," ujarnya.
Untuk itu direkomendasikan agar masyarakat tidak melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 13 km dari puncak (pusat erupsi).
Di luar jarak tersebut, masyarakat tidak boleh melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 km dari puncak.
Warga dilarang beraktivitas dalam radius 5 km dari kawah/puncak Gunung Api Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu (pijar).
Masyarakat juga diminta mewaspadai potensi awan panas, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Api Semeru, terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat serta potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.
Badan Geologi paparkan kondisi Semeru setelah erupsi
Jumat, 29 Maret 2024 7:49 WIB
Selain berpotensi terjadi awan, potensi aliran lahar juga masih tinggi mengingat curah hujan cukup tinggi di Gunung Semeru